Jumat, 11 Mei 2012

ALLAH TRITUNGGAL atau TRINITAS


ALLAH TRITUNGGAL
Tritunggal atau Trinitas adalah doktrin Iman Kristen yang mengakui Satu Allah Yang Esa, namun hadir dalam Tiga Pribadi: Allah Bapa dan Putra dan Roh Kudus, di mana ketiganya adalah sama esensinya, sama kedudukannnya, sama kuasanya, dan sama kemuliaannya. Istilah Tritunggal (Inggris: trinity, Latin: trinitas) mengandung arti tiga Pribadi dalam satu kesatuan esensi Allah. Istilah "pribadi" dalam bahasa Yunani adalah hupostasis, diterjemahkan ke Latin sebagai persona (Inggris: Person).
Sejak awal abad ketiga doktrin Tritunggal telah dinyatakan sebagai "Satu keberadaan (Yunani: ousia, Inggris: beeing) Allah di dalam tiga Pribadi dan satu substansi (natur), Bapa, Anak, dan Roh Kudus "
Kamus Oxford Gereja Kristen (The Oxford Dictionary of the Christian Church) menjelaskan Trinitas sebagai "dogma sentral dari teologi Kristen". Doktrin ini diterima oleh mayoritas aliran-aliran Kristen, seperti: Katolik,Protestan, dan Orthodoks.
Kitab Perjanjian Baru tidak secara eksplisit menuliskan istilah "Allah Tritunggal", tetapi keberadaan Bapa, Putra dan Roh Kudus tersurat dalam banyak ayat, baik secara terpisah maupun bersama-sama. Berdasarkan rumusan dalam perintah tentang pembaptisan di Matius 28:19 "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (TB-LAI). Doktrin Tritunggal mendapatkan bentuknya seperti sekarang, adalah berdasarkan Firman Tuhan dalam Injil. Ucapan Yesus: Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku, dapat digunakan untuk menjelaskan istilah "pribadi", "sifat", "esensi", "subtansi", istilah-istilah yang belum pernah digunakan oleh para Rasul.
Karena kekurang pahaman dalam membaca Injil, beberapa orang atau kelompok menyangkal bahwa doktrin yang dinyatakan pada abad keempat tersebut didasarkan pada gagasan Kristen, dan bahwa doktrin itu merupakan sebuah penyimpangan dari ajaran Kristen mula-mula tentang Allah. Bahkan ada yang menyatakan bahwa doktrin tersebut meminjam konsep pra-Kristen tentang trinitas ilahi yang dipahami oleh Plato.
Etimologi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b3/Shield-Trinity-Scutum-Fidei-English.svg/220px-Shield-Trinity-Scutum-Fidei-English.svg.png

Diagram "Scutum Fidei" atau "Perisai Trinitas" dari simbolisme Kristen Barat tradisional.
Kata Trinitas berasal dari bahasa Latin yang berarti "nomor tiga, tiga serangkai atau tritunggal". Kata benda abstrak ini terbentuk dari kata sifat trinus (tiga masing-masing, tiga kali lipat),[4] sebagai kata unitas yang merupakan kata benda abstrak yang dibentuk dari unus (satu).
Kata yang sesuai dalam bahasa Yunani adalah Τριάς, yang berarti "satu set dari tiga" atau "nomor tiga".
Penggunaan tercatat pertama dari kata Yunani ini dalam teologi Kristen (meskipun bukan tentang Trinitas Ilahi) adalah oleh Teofilus dari Antiokhia pada sekitar 170.
Tertulianus, seorang teolog Latin yang menulis pada awal abad ketiga, yang dianggap menggunakan kata-kata "Trinitas", "persona" dan "substansi" menjelaskan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah "satu dalam esensi - bukan satu dalam Persona"
Sekitar satu abad kemudian, pada tahun 325, Konsili Nicea menetapkan doktrin Trinitas sebagai ortodoksi dan mengadopsi Pengakuan Iman Nicea, yang menggambarkan Kristus sebagai "Allah dari allah, Terang dari terang, maha Allah dari maha Allah, diperanakkan, bukan dibuat, satu substansi (homoousios) dengan Bapa".
Sejarah
Pertemuan Nicea adalah pertemuan yang sangat diragukan karena ketidak konsistenan data. Penguasa Roma Konstantin memanggil semua uskup ke Nicea, jumlahnya sekitar 1800 uskup. Dari jumlah ini sekitar 1000 orang dari timur dan 800 orang dari barat. Namun, jumlah yang hadir lebih sedikit dan tidak diketahui pasti berapa. Eusebius dari Kaisaria menghitung 250, Athanasius dari Alexandria menghitung 318, dan Eustatius dari Antiokia mencatat 270 orang. Mereka bertiga hadir pada konsili ini. Belakangan Socrates Scholasticus mencatat lebih dari 300 orang dan Evagrius, Hilarius, Hieronimus dan Rufinus mencatat 318 orang.
Konstantin bukan seorang Kristen. Menurut dugaan, ia belakangan ditobatkan, tetapi baru dibaptis pada waktu sedang terbaring sekarat.
Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early Church: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;... pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin... Ini adalah masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen.”
Peranan apa yang dimainkan oleh kaisar yang tidak dibaptis ini di Konsili Nicea? Encyclopaedia Britannica menceritakan:
“Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi mengusulkan... rumusan penting yang menyatakan hubungan Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’... Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati.”
Karena itu, peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan debat agama yang sengit, politikus kafir ini campur tangan dan mengambil keputusan demi keuntungan mereka yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi mengapa? Pasti bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian Doctrine. Yang ia tahu adalah bahwa perpecahan agama merupakan ancaman bagi kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah kekuasaannya.
Perkembangan selanjutnya
Setelah Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut.
Konsili tersebut menyetujui untuk menaruh roh kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Untuk pertama kali, Tritunggal Susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas.
Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.
Baru pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan : “Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.”
Kredo Athanasia
Tritunggal didefinisikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasia. Athanasius adalah seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai namanya berbunyi: “Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal... sang Bapa adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; namun mereka bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”
Tetapi, para sarjana yang mengetahui benar masalahnya setuju bahwa Athanasius tidak menyusun kredo ini. The New Encyclopedia Britannica mengomentari: “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja Timur pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5... Pengaruh kredo itu tampaknya terutama ada di Perancis Selatan dan Spanyol pada abad ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-kira tidak lama setelah itu di Roma.”
Pengertian Pribadi dalam Tritunggal
Allah di dalam Alkitab menyatakan Diri kepada manusia yang diciptakanNya sebagai Bapa, Firman (Anak), dan Roh Kodus. Umat Krisitiani mengenal Allah sedemikian rupa dan membentuk istilah Allah Tritunggal: Allah (Bapa), Allah (Anak), dan Allah (Roh Kudus) merupakan inti ajaran Kristen. Ketiga Pribadi adalah sama, sama kuasanya, dan sama kemuliaannya. Ketiganya satu dalam esensi dan memiliki sifat (Ing:attribute) yang sama. Ke-mahakuasa-an,ke-tidak-berubah-an, ke-mahasuci-an, ke-tidak-tergantung-an, dimiliki oleh masing-masing Pribadi Allah.
Masing-masing Pribadi adalah Allah, namun ketiga Pribadi tidak identik ketika kita memanggilNya di dalam doa atau ketika Allah mewujudkan karyaNya bagi penciptaan dan pemeliharaan manusia dan alam semesta, maka Allah Bapa bukan Allah Anak; Allah Anak bukan Allah Roh Kudus; dan Allah Roh Kudus bukan Allah Bapa. Ketiganya dapat dibedakan, tetapi di dalam esensi tidak terpisahkan.
Yohanes Calvin menjelaskan bahwa ketiga Pribadi tersebut tidak dapat dipisahkan menjadi tiga sosok yang terpisah. Ketiga gelar tersebut digunakan untuk menunjukkan bahwa ada kekhasan dalam cara Allah turun ke dunia ini. Allah yang turun ke dunia, mati dan menderita bukanlah Allah Bapa, melainkan Allah Anak.
Allah Bapa
Allah sebagai Bapa yang memelihara, yang memberikan kasih seorang Bapa Sejati yang sangat mesra, begitu penyayang dan begitu tertib penuh ketegasan (disiplin). Bapa Sorgawi tidak pernah sama dengan para bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini dalam hal kasih dan karakter yang tidak dapat terbandingi dengan kasih dan karakter Bapa Sorgawi. Allah sebagai Bapa Sorgawi merupakan Bapa yang sempurna dari segala bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini yang adalah gambaran dan rupa (duplikat dan bayangan) dari Sang Bapa Sorgawi yang murni.
Bapa (Kepribadian Bapa) tidaklah lebih tinggi daripada Anak ataupun juga dengan Roh Kudus.
Allah Anak
Allah sebagai teladan dengan Ia merendahkan diri-Nya dalam rupa manusia dan mengenakan nama Yesus yang adalah Kristus (Allah yang datang sebagai manusia), taat pada semua hukum yang telah Ia tetapkan, mati di kayu salib, dikuburkan, lalu bangkit pada hari yang ketiga, dan naik ke surga dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan mati. Ia adalah teladan iman sejati dan sumber kehidupan bagi orang Kristen. Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dengan menjadi Anak yang mati di kayu salib. Ini adalah berita Injil yang adalah kekuatan Allah. Alkitab menyatakan bahwa Anak merupakan yang Anak sulung Allah dari semua anak-anak Allah dimaksudkan bahwa Anak pun merupakan "Sahabat Sejati" yang rela mengorbankan Nyawa-Nya dan tidak menyayangkannya sama sekali untuk manusia dapat diterima sebagai anak-anak Allah.
Anak (Kepribadian Anak) tidak pernah lebih rendah daripada Bapa.
Allah Roh Kudus
Allah sebagai Pembimbing, Pendamping, Penolong, Penyerta, dan Penghibur yang tidak terlihat, namun berada dalam hati setiap manusia yang mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan hidup di dalam-Nya.
Roh Kudus bukanlah tenaga aktif. Roh Kudus bukanlah kebijaksanaan (pikiran) tertinggi dari seluruh alam jagad kosmik. Roh Kudus bukanlah manusia tokoh pendiri suatu agama baru. Roh Kudus tidak pernah berbau hal yang mistik. Memang benar bahwa Allah itu maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu bukan sekedar kuasa atau kekuatan, tetapi Roh Kudus adalah Allah, sebab Allah itu Roh. Dengan demikian Roh Kudus adalah Pribadi Allah itu sendiri dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Allah. Kepribadian Roh Kudus tidak pernah lebih rendah daripada Bapa maupun Anak.
Dasar-dasar Alkitabiah Tritunggal
  • Pada saat penciptaan dalam Kitab Kejadian Allah berkata: "Marilah Kita ...", kata Kita merupakan subjek jamak.
  • Saat Yesus dibaptis di sungai Yordan, Ia menunjukkan kepribadian-Nya pada saat yang sama dan bermunculan bersama-sama dengan Roh Kudus (dalam manifestasi burung merpati) turun ke atas Anak, dan Bapa berfirman dengan lantang penuh kasih.
  • Saat penciptaan, dimana Bapa mencipta, Anak berfirman, dan Roh Kudus yang memulihkan (melayang-layang) sempurna.
  • Saat Pencurahan Pentakosta, dimana Bapa mengutus, Anak yang memberikan Roh Kudus, dan Roh Kudus tercurah pada murid-murid Yesus yang ada di atas loteng.
  • Saat Yesus berada di atas gunung, setelah Ia meneladani manusia dengan berdoa, Ia menunjukkan kemuliaan-Nya dan menampakkan kepribadian-Nya dengan wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang, kemudian Roh Kudus turun, dan awan yang terang menaungi 3 orang murid Yesus. Bapa dari dalam awan itu memperdengarkan suara-Nya dan berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia."

MEMAHAMI ALLAH TRITUNGGAL
Allah Tritunggal atau Trinitas merupakan doktrin yang sukar dan membingungkan kita. Kadang-kdang orang Kristen dituduh mengajarkan pemikiran yang tidak masuk akal (logika), yaitu 1+1+1=1. ini merupakan pernyataan yang salah. Mengapa tidak memakai formula 1x1x1=1 atau 1:1:1=1? Istilah Trinitas bukan menjelaskan relasi dari Tiga Allah (ini yang sering dikatakan oleh sekte Unitarian kepada Orang Kristen). Tritunggal bukan berarti triteisme, yaitu di mana ada tiga keberadaan yang tiga-tiganya adalah Allah. Kata Trinitas dipergunakan sebagai usaha untuk menjelaskan kepenuhan dari Allah, baik dalam hal keesaan-Nya maupun dalam hal keragaman-Nya.
Formulasi Trinitas yang telah dikemukakan dalam sejarah adalah Allah itu satu esensi dan tiga Pribadi. Formula ini memang merupakan suatu hal yang misteri dan paradoks tetapi tidak kontradiksi. Keesaan dari Allah dinyatakan sebagai esensi-Nya atau keberadaan-Nya, sedangkan keragaman-Nya diekspresikan dalam Tiga Pribadi. Istilah Trinitas sendiri tidak terdapat dalam Alkitab, namun konsepnya dengan jelas diajarkan oleh Alkitab. Di satu sisi, Alkitab dengan tegas menyatakan keesaan Allah (Ulangan 6:4) dan (ihat juga 1Kor 8:4,6; 1Tim 2:5-6, Yak2:19) Di sisi lain, Alkitab dengan tegas menyatakan keilahian tiga pribadi dari Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Gereja telah menolak ajaran-ajaran bidat modalisme dan triteisme. Modalisme adalah ajaran yang menyangkali perbedaan Pribadi-Pribadi yang ada di dalam keesaan Allah, dan menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus hanyalah merupakan tiga cara Allah di dalam mengkspresikan diri-Nya. Di pihak lain, Triteisme mengungkapkan pernyataan yang salah, yaitu ada tiga keberadaan yang menjadi Allah.
Istilah Pribadi sama sekali tidak berarti adanya perbedaan di dalam esensi, tetapi perbedaan di dalam subtansi dari Allah. Substansi-substansi pada diri Allah memiliki perbedaan yang nyata satu dengan yang lain tetapi tidak berbeda secara esensi, dalam arti suatu keberadaan yang berbeda satu dengan yang lain.setiap Pribadi berada ”di bawah” esensi Allah yang murni. Perbedaan substansi ini berada dalam wilayah keberadaan, bukan suatu merupakan suatu keberadaan atau esensi yang terpisah. Semua pribadi pada diri Allah memiliki atribut ilahi.
Setiap Pribadi di dalam Trinitas memiliki peran yang berbeda. Karya keselamatan dalam pengertian tertentu merupakan pekerjaan dari ketiga Pribadi Allah Tritunggal. Namun, di dalam pelaksanaannya ada peran yang berbeda yang dikerjakan oleh Bapa, Anak dan Roh Kudus. Bapa memprakarsai penciptaan dan penebusan; Anak menebus ciptaan; dan Roh Kudus melahirbarukan dan menguduskan, dalam rangka mengaplikasikan penebusan kepada orang-orang percaya.
Keilahian Bapa:
·         Mat 6:26 bdk Mat 30,32, Yoh.1:18, 6:46, Ro 1:7

Keilahian Yesus Kristus:
·         Pengakuan Tomas: Yoh 20:28.
·         Kesaksian Paulus: Flp 2:5-11.
·         Ibr 1:2,8.
·         malaikat Allah adalah malaikat-Nya: Luk.12:8-9; 15:10, Mat13:41.
·         kerajaan Allah dan orang-orang pilihan Allah adalah milik-Nya: Mat 12:28, 19:14, 24, 21:31,43, Mrk13:20.
·         mengampuni dosa: Mrk 2:8-10.
·         wewenang untuk menghakimi dunia: Mat.25:31.
·         berkuasa atas dunia: Mat 24:30, Mrk 14:62.

Keilahian Roh Kudus:
·         berdusta kepada Roh Kudus = berdusta kepada Allah ( bdk. 1 Kor.6:19-20).
·         Roh Kudus digambarkan sebagai memiliki sifat dan melakukan pekerjaan Allah (Yoh.16:8-11, 3:18).
·         Roh Kudus dinyatakan sederajat dengan Allah(Mat 28:19; 2Kor 13:14, 1Pet 1:2).
Doktrin Tritunggal tidak menunjukkan bagian-bagian atau peran-peran dari Allah. Analogi manusia yang menjelaskan seseorang yang adalah seorang ayah, seorang anak, dan seorang suami tidak dapat mewakili misteri dari natur Allah.
Doktrin Tritunggal tidak secara lengkap menjelaskan tentang karakter Allah yang bersifat misteri. Sebaliknya, doktrin ini memberikan perbatasan yang tidak boleh kita langkahi. Doktrin ini menjelaskan batas pemikiran kita yang terbatas. Doktrin Tritunggal menuntut kita untuk setia pada wahyu ilahi yang menyatakan bahwa dalam satu pengertian Allah adalah esa dan dalam pengertian lain Dia dalah tiga.
·         Doktrin Tritunggal meneguhkan kesatuan Allah di dalam tiga pribadi
·         Doktrin Tritunggal bukan merupakan suatu kontradiksi; Allah memiliki satu esensi dan tiga pribadi.
·         Alkitab meneguhkan baik keesaan Allah dan keilahian dari Bapa, Anak dan Roh Kudus.
·         Ketiga pribadi di dalam Tritunggal dibedakan melalui karya yang dilakukan oleh Bapa, Anak dan Roh Kudus.
·         Doktrin Tritunggal memberikan batasan kepada spekulasi manusia tentang natur Allah.

Hal pertama yang perlu kita tegaskan adalah bahwa kita tidak menemukan istilah Allah Tritunggal di dalam Alkitab.
Karena itu, ada sebagian orang yang menolak pandangan Allah Tritunggal karena menurut mereka istilah itu tidak pernah ditemukan di dalam Alkitab, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selanjutnya, mereka itu menyatakan bahwa ajaran Allah Tritunggal hanya merupakan ciptaan dari bapak-bapak Gereja mula-mula. Benarkah demikian? Jawabnya adalah, memang istilah Allah Tritunggal tidak ditemukan, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Jika kita melihat perkembangan doktrin Tritunggal tersebut, memang hal itu tidak terlihat secara jelas dinyatakan di dalam Perjanjian Lama. Umat Allah di dalam Perjanjian Lama malah terus menerus diperingatkan bahwa Allah itu esa (Ulangan 6:4). Hukum Taurat pertama dari sepuluh Hukum Taurat menegaskan : Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu (Kel.20:3). Itulah sebabnya umat Allah di dalam Perjanjian Lama hanya beribadah kepada YHWH.
Namun demikian, kehadiran Yesus Kristus dan Roh Kudus di Perjanjian Baru membuat pemahamaman akan keesaan Allah tersebut perlu dipikirkan ulang. Siapakah Yesus Kristus? Siapakah Roh Kudus? Apakah Yesus manusia biasa, atau sekedar seorang nabi seperti nabi lainnya di dalam Perjanjian Lama? Penulis-penulis Perjanjian Baru memberi pengajaran bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah pribadi Allah juga. Sekalipun terjadi pro-kontra di dalam gereja mula-mula tentang pribadi Yesus, namun akhirnya, pada tahun 325 hal itu dapat diselesaikan melalui sidang "oikumene" (konsili) pertama di Necea bahwa Yesus adalah Allah. Pengakuan bahwa Yesua adalah Allah diteguhkan dalam konsili-konsili selanjutnya, seperti Konsili Efesus (431), Chalcedon (451). Demikian juga keAllahan Roh Kudus diteguhkan melalui Konsili kedua di Konstantinopel pada tahun 381. Jika d emikian halnya, apakah Alkitab mengajarkan adanya tiga Allah? Tentu saja tidak, sebab sebagaimana kita lihat pada Hukum Taurat pertama, Allah menegaskan untuk tidak menyembah Allah lain di luar Dia. Pengakuan kepada Allah yang esa merupakan pengakuan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar (Ulangan 6:4). Di dalam Injil Perjanjian Baru, kita juga menemukan penegasan akan keesaan Allah tersebut, baik oleh Tuhan Yesus (Yoh.10:30) maupun oleh rasul-rasul (1Tim.2:5). Dari pengajaran Alkitab tersebut, kita melihat bahwa di satu sisi Alkitab menegaskan keesaan Allah, tapi di sisi lain, kita menemukan adanya kejamakan di dalam keesaan tersebut. Dari kenyataan tersebut, bapak-bapak Gereja mencoba memahami dan menjelaskannya. Tentu saja, sebagaimana kita sebutkan di atas, ada pemahaman yang tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab, seperti Sabellianisme dan Arianisme dan ada juga yang sesuai dengan ajaran Alkitab, sebagaimana diajarkan oleh Athanasius.
Apakah adanya sifat kejamakan di dalam Allah yang esa tersebut hanya ditemui di dalam Perjanjian Baru? Sebenarnya, jika kita meneliti Perjanjian Lama, kita juga menemukan adanya unsur kejamakan tersebut. Kejamakan tersebut dapat ditemukan ketika kita membaca kalimat pertama Perjanjian Lama. Dalam Kej.1:1 kita membaca: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Di dalam bahasa aslinya (Ibrani) kalimat tersebut berbunyi: Be reshit bara Elohim et ha shamayim ve et ha aretz. Kata Elohim menandakan jamak (bandingkan dengan Yes.6:2 di mana banyak mahluk surgawi (serafim) melayani Allah). Salah satu oknum dari Allah Tritunggal tersebut segera disebut secara eksplisit pada ayat 2: Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Selanjutnya, kita juga dapat menemukan kejamakan tersebut dalam kisah penciptaan manusia: Baiklah KITA menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita ( (Kej.1:26). Lalu bagaimana dengan Perjanjian Baru? Ketiga oknum Tritunggal dinyatakan dengan sangat jelas. Misalnya, dalam kisah pembaptisan Yesus (Mark.1:9-11), kisah pengutusan pada saat Yesus memberikan amanat agung: Mat.28:19, pada saat khotbah perpisahan (Yoh.16:4-7), juga dalam memberi berkat (2 Kor.13:13).

Apa ajaran Alkitab mengenai Tritunggal?

Hal yang paling sulit dalam konsep Kristiani mengenai Tritunggal adalah tidak adanya penjelasan yang cukup untuk itu. Tritunggal adalah konsep yang tidak mungkin dapat dimengerti secara penuh oleh manusia apalagi untuk dijelaskan. Allah jauh lebih besar dan agung dari kita karena itu jangan berharap bahwa kita dapat memahami Dia secara penuh. Alkitab mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah. Alkitab juga mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah. Meskipun kita memahami beberapa hal mengenai hubungan antar Pribadi dalam Tritunggal, pada akhirnya kita tetap tidak dapat mengerti secara keseluruhan. Namun demikian, tidak berarti bahwa Tritunggal tidak benar atau bukan berdasarkan ajaran Alkitab.

Ketika mempelajari topik ini kita perlu ingat bahwa kata “Tritunggal (Trinitas)” tidak digunakan dalam Alkitab. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan ketritunggalan Allah, yaitu Allah yang terdiri dari tiga Pribadi yang berada bersama dalam kekekalan. Haruslah dimengerti bahwa ini TIDAK berarti ada tiga Allah. Tritunggal berarti satu Allah yang terdiri dari tiga Pribadi. Tidak ada salahnya menggunakan istilah Tritunggal atau Trinitas walaupun istilah ini tidak ditemukan dalam Alkitab. Lebih gampang mengucapkan “Tritunggal” atau “Trinitas” daripada mengatakan “Allah yang Esa yang terdiri dari tiga Pribadi yang berada bersama dalam kekekalan.” Jikalau Anda keberatan dengan ini, coba pertimbangkan: kata kakek juga tidak ada dalam Alkitab walaupun kita tahu bahwa dalam Alkitab ada banyak kakek. Abraham adalah kakek dari Yakub. Jadi jangan kandas pada istilah “Tritunggal” itu sendiri. Apa yang penting adalah bahwa konsep yang DIWAKILI oleh kata “Tritunggal” ada dalam Alkitab. Setelah pendahuluan ini, kita akan melihat ayat-ayat Alkitab yang mendiskusikan Tritunggal.
1)     Allah itu Esa: Ulangan 6:4; 1 Korintus 8:4; Galatia 3:20; 1 Timotius 2:5.
2)     Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi: Kejadian 1:1; 1:26; 3:22; 11:7; Yesaya 6:8; 48:16; 61:1; Matius 3:16-17; Matius 28:19; 2 Korintus 13:14. Untuk ayat-ayat dari Perjanjian Lama, pemahaman Bahasa Ibrani sangatlah menolong. Dalam Kejadian 1:1, kata “Elohim” adalah dalam bentuk jamak. Dalam Kejadian 1:26; 3:22; 11:7 dan Yesaya 6:8, kata jamak “kita” yang digunakan. Dalam Bahasa Inggris hanya ada dua bentuk kata, tunggal dan jamak. Dalam Bahasa Ibrani ada tiga macam bentuk kata: tunggal, dual dan jamak. Dual HANYA digunakan untuk dua. Dalam Bahasa Ibrani, bentuk dual digunakan untuk hal-hal yang berpasangan, seperti mata, telinga dan tangan. Kata “Elohim” dan kata ganti “kita” adalah dalam bentuk jamak- jelas lebih dari dua – dan menunjuk pada tiga atau lebih dari tiga (Bapa, Anak, Roh Kudus).
Dalam Yesaya 48:16 dan 61:1 sang Anak berbicara dan merujuk pada Bapa dan Roh Kudus. Bandingkan Yesaya 61:1 dengan Lukas 4:14-19 untuk melihat bahwa yang berbicara adalah Anak. Matius 3:16-17 menggambarkan peristiwa pembaptisan Yesus. Dalam peristiwa ini kelihatan bahwa Allah Roh Kudus turun ke atas Allah Anak sementara pada saat bersamaan Allah Bapa menyatakan bagaimana Dia berkenan dengan sang Anak. Matius 28:19 dan 2 Korintus 13:14 adalah contoh mengenai tiga Pribadi berbeda dalam Tritunggal.
3)     Pribadi-Pribadi dalam Tritunggal dibedakan dari satu dengan yang lainnya dalam berbagai ayat. Dalam Perjanjian Lama, “TUHAN” berbeda dari “Tuhan” (Kejadian 19:24; Hosea 1:4). TUHAN memiliki “Anak” (Mazmur 2:7; 12; Amsal 30:2-4). Roh Kudus dibedakan dari “TUHAN” (Bilangan 27:18) dan dari “Allah” (Mazmur 51:12-14). Allah Anak dibedakan dari Allah Bapa (Mazmur 45:7-8; Ibrani 1:8-9). Dalam Perjanjian Baru, Yohanes 14:16-17, Yesus berbicara kepada Bapa tentang mengutus Sang Penolong, yaitu Roh Kudus. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak memandang diriNya sebagai Bapa atau Roh Kudus. Perhatikan pula saat-saat lain dalam kitab-kitab Injil ketika Yesus berbicara kepada Bapa. Apakah Dia berbicara kepada diri sendiri? Tidak. Dia berbicara kepada Pribadi lainnya dalam Tritunggal, - Sang Bapa.
4)     Setiap Pribadi dalam Tritunggal adalah Allah. Bapa adalah Allah: Yohanes 6:27; Roma 1:7; 1 Petrus 1:2. Anak adalah Allah: Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5; Kolose 2:9; Ibrani 1:8; Yohanes 5:20. Roh Kudus adalah Allah: Kisah Rasul 5:3-4; 1 Korintus 3:16 (Yang mendiami adalah Roh Kudus – Roma 8:9; Yohanes 14:16-17; Kisah Rasul 2:1-4).
5)     Subordinasi dalam Tritunggal: Alkitab memperlihatkan bahwa Roh Kudus tunduk (subordinasi) kepada Bapa dan Anak, dan Anak tunduk (subordinasi) kepada Bapa. Ini adalah relasi internal dan tidak mengurangi atau membatalkan keillahian dari setiap Pribadi dalam Tritunggal. Ini mungkin adalah bagian dari Allah yang tidak terbatas yang tidak dapat dimengerti oleh pikiran kita yang terbatas. Mengenai Anak, lihat Lukas 22:42; Yohanes 5:36; Yohanes 20:21; 1 Yohanes 4:14. Mengenai Roh Kudus lihat Yohanes 14:16; 14:26; 15:26; 16:7, dan khususnya Yohanes 16:13-14.
6)     Pekerjaan dari setiap Pribadi dalam Tritunggal: Bapa adalah Sumber utama atau Penyebab utama dari a) alam semesta (1 Korintus 8:6; Yohanes 1:3; Kolose 1:16-17); b) pewahyuan illahi (Yohanes 1:1; Matius 11:27; Yohanes 16:12-15; Wahyu 1:1); c) keselamatan (Yohanes 3:16-17); dan d) pekerjaan Yesus sebagai manusia (Yohanes 5:17; 14:10). Bapa MEMULAI semua ini.
Anak adalah agen yang melaluiNya Bapa melakukan karya-karya sbb: 1) penciptaan dan memelihara alam semesta (1 Korintus 8:6; Yohanes 1:3; Kolose 1:16-17); 2) pewahyuan illahi (Yohanes 1:1; Matius 11:27; Yohanes 16:12-15; Wahyu 1:1); 3) keselamatan (2 Korintus 5:19; Matius 1:21; Yohanes 4:42). Bapa melakukan semua ini melalui Anak yang berfungsi sebagai Agen Allah.
Roh Kudus adalah alat yang dipakai Bapa untuk melakukan karya-karya berikut ini: 1) penciptaan dan memelihara alam semesta (Kejadian 1:2; Ayub 26:13; Mazmur 104:30); 2) pewahyuan illahi (Yohanes 16:12-15; Efesus 3:5; 2 Petrus 1:21); dan 3) keselamatan (Yohanes 3:6; Titus 3:5; 1 Petrus 1:2); dan pekerjaan-pekerjaan Yesus (Yesaya 61:1; Kisah Rasul 10:38). Bapa melakukan semua ini dengan kuasa Roh Kudus.
Tidak ada ilustrasi-ilustrasi yang sering dipakai yang dapat dengan akurat menjelaskan Tritunggal. Telur (atau apel) tidak tepat karena kulit telur, putih telur dan kuning telur, semua adalah bagian dari telur dan bukan secara sendirinya telur. Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah bagian dari Allah namun setiap mereka adalah Allah. Ilustrasi yang menggunakan air sedikit lebih bagus dalam menjelaskan Tritunggal, namun tetap tidak cukup. Cairan, uap dan es adalah bentuk-bentuk dari air. Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah bentuk-bentuk dari Allah, setiap Pribadi itu adalah Allah. Dengan demikian, walaupun ilustrasi-ilustrasi ini memberi gambaran mengenai Tritunggal, gambaran yang diberikan tidak selalu akurat. Allah yang tidak terbatas tidak dapat digambarkan secara penuh dengan ilustrasi yang terbatas. Daripada menfokuskan diri pada Tritunggal, cobalah fokuskan diri pada kebesaran Allah dan bahwa Dia jauh lebih agung dari kita. “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Roma 11:33-34).
Allah Tritunggal dalam Alkitab
Kebanyakan dari kita pasti sudah pernah mendengar istilah 'Allah Tritunggal', tetapi apakah kita tahu apa artinya? Harus diakui bahwa doktrin Allah Tritunggal (Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, ketiga-tiganya sederajat dan abadi, Allah yang esa) memang susah untuk dipahami, tetapi bagaimanapun juga doktrin ini adalah dasar dari iman Kristen.
Walaupun para skeptisi mengejek doktrin ini sebagai hal yang tidak mungkin secara matematis, tetapi doktrin ini adalah ajaran Alkitab dan pada dasarnya realistis, baik dipandang dari segi trial-and-error maupun segi ilmiah.
Kesulitan terbesar dari konsep kristiani tentang Allah Tritunggal adalah bahwa tidak ada cara untuk menjelaskan doktrin ini secara memadai. Konsep Allah Tritunggal adalah suatu konsep yang tidak mungkin bisa dipahami sepenuhnya oleh manusia, apalagi dijelaskan. Kebesaran Tuhan jauh melampaui pikiran kita dan karena itu kita tidak boleh berharap bahwa kita akan bisa mengerti Tuhan sepenuhnya. Alkitab mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah, bahwa Yesus adalah Allah dan bahwa Roh Kudus adalah Allah. Alkitab juga mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan. Mungkin kita bisa memahami beberapa fakta tentang hubungan antara tiga Pribadi dalam Allah Tritunggal, tetapi pada akhirnya pikiran manusia tidak mampu menjangkau hal ini. Hal ini tidak berarti bahwa doktrin Allah Tritunggal tidak benar atau bahwa doktrin ini tidak didasarkan pada Alkitab. Ayat-ayat berikut menunjukkan bahwa:
  1. Hanya ada satu Tuhan: Ulangan 6:4, 1 Korintus 8:4, Galatia 3:20, 1 Timotius 2:5.
  2. Allah Tritunggal terdiri dari 3 Pribadi: Kejadian 1:1, Kejadian 1:26, Kejadian 3:22, Kejadian 11:7; Yesaya 6:8, Yesaya 48:16, Yesaya 61:1; Matius 3:16-17, Matius 28:19; 2 Korintus 13:14. Dalam mempelajari perikop-perikop perjanjian Lama, kita perlu mengerti sedikit mengenai bahasa Ibrani. Kejadian 1:1 menggunakan kata benda jamak "Elohim". Kejadian 1:26, Kejadian 3:22, Kejadian 11:7 dan Yesaya 6:8 menggunakan kata ganti jamak "kita". Bahwa "Elohim" dan "kita" menunjuk pada lebih dari dua orang adalah hal yang tidak bisa diragukan. Bahasa Indonesia hanya mengenal dua bentuk: tunggal dan jamak. Tetapi bahasa Ibrani mengenal 3 bentuk: tunggal, bentuk jamak untuk 2 dan bentukjamak untuk lebih dari 2. Bentuk jamak untuk 2 benar-benar HANYA digunakan untuk menunjuk kepada 2 hal. Dalam bahasa Ibrani bentuk ini
    dipakai contohnya untuk sepasang mata, sepasang telinga dan tangan. Kata "Elohim" dan kita adalah bentuk jamak untuk lebih dari 2, jadi yang dimaksud pastilah sedikitnya 3 atau lebih (Bapa, Anak, Roh Kudus). Di
    Yesaya 48:16 dan Yesaya 61:1, Anak berbicara dengan menyebut Bapa dan Roh Kudus. Bandingkan dengan Yesaya 61:1 dengan Lukas 4:14-19 untuk melihat bahwa Allah Anak-lah yang sedang berbicara. Matius 3:16-17 menceritakan pembabtisan Yesus. Di sini kita melihat bagaimana Allah Roh Kudus turun ke atas Allah Anak sementara Allah Bapa menyatakan sukacitaNya bagi sang Anak. Contoh-contoh lain dari 3 pribadi yang berbeda dalam Allah Tritunggal dapat dilihat di Matius 28:19 dan 2 Korintus 13:14.
  3. Alkitab membedakan oknum-oknum dari Allah Tritunggal. Di PL kata "TUHAN" berbeda dengan "Tuhan" (Kejadian 19:24). "TUHAN" memiliki "Anak" (Mazmur 2:7, 12; Amsal 30:2-4). Alkitab juga membedakan antara Roh dan "TUHAN" (Bilangan 27:18) dan "Tuhan" (Mazmur 51:10-12).  Allah Anak tidak sama dengan Allah Bapa (Mazmur 45:6-7, Ibrani 1:8-9). Di Yohanes 14:16-17 Yesus berbicara kepada Bapa untuk mengirim seorang Penolong, yaitu Roh Kudus. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak melihat diriNya sebagai Bapa atau Roh Kudus. Renungkan juga banyak kesempatan di mana kitab-kitab Injil mencatat bahwa Yesus berbicara kepada Bapa. Apakah Ia berbicara kepada diriNya sendiri? Tidak, Ia berbicara kepada oknum yang lain dari
    Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa.
  4. Setiap oknum dari Allah Tritunggal adalah Allah:
• Bapa adalah Allah: Yohanes 6:27, Roma 1:7, 1 Petrus 1:2
• Anak adalah Allah:
Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5, Kolose 2:9, Ibrani 1:8, 1 Yohanes 5:20.
• Roh Kudus adalah Allah:
Kisah 5:3-4, 1 Korintus 3:16 (Roh Kudus berdiam di dalam manusia—Roma 8:9, Yohanes 14:16-17, Kisah 2:1-4).
  1. Tugas dari oknum-oknum Allah Tritunggal secara individu:
Setiap oknum memiliki tugas dan tempat tersendiri. Yang satu tidak meniadakan yang lain. Karena itu kita dibaptis, menerima salam (Votum dan salam dalam suatu kebaktian) dan diberkati dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.
I. Kepercayaan mayoritas gereja Kristen Protestan dan Katolik:
     Allah itu esa dan senantiasa hadir dalam tiga pribadi yang berbeda dan sederajat, yaitu Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus.
II. Dasar Alkitab:
     Doktrin ini tidak tertera secara eksplisit didalam Alkitab, tetapi merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan Alkitab tentang Allah. Dengan kata lain doktrin ini tersirat didalam kebenaran-kebenaran yang diajarkan Alkitab tentang Allah.
III. Unsur-unsur Doktrin Tritunggal:
1. Allah itu Esa:
  • "Shema": "Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! (Ul.6:4).
  • 1 Kor.8:4,6; 1 Tim.2:5-6; Yak.2:19.
2. Tiga pribadi yang berbeda adalah Allah:
2.A. Keilahian Bapa:
·  Mat.6:26,bdk.30,32;
·  Yoh.1:18;6:46;
·  Rom.1:7.
2.B. Keilahian Yesus Kristus:
·  Pengakuan Tomas: Yoh.20:28.
·  Kesaksian Paulus: Fil.2:5-11.
·  Ibrani 1:2,8.
·  Pengakuan Yesus Kristus sendiri: Dia mengaku memiliki apa yang sepatutnya hanya dimiliki oleh Allah:
·  malaikat Allah adalah malaikat-Nya: Luk.12:8-9; 15:10; Mat.13:41.
·  kerajaan Allah dan orang-orang pilihan Allah adalah milik-Nya: Mat.12:28;19:14,24;21:31,43;Mar.13:20.
·  mengampuni dosa: Mar.2:8-10.
·  wewenang untuk menghakimi dunia: Mat.25:31.
·  berkuasa atas dunia: Mat.24:30;Mar.14:62.
2.C. Keilahian Roh Kudus:
·  Berdusta kepada Roh Kudus = berdusta kepada Allah (KPR 5:3,4; bdk. 1 Kor.6:19-20).
·  Roh Kudus digambarkan sebagai memiliki sifat dan melakukan pekerjaan Allah (Yoh.16:8-11;3:18).
·  Roh Kudus dinyatakan sederajat dengan Allah(Mat.28:19; 2 Kor.13:14; 1 Pet.1:2).
3. Tiga pribadi itu sederajat dan satu kesatuan sehingga hanya hanya ada satu Allah saja:
  • Kata "esa" dalam Ul.6:4 sama dengan kata satu dari dua menjadi satu daging di dalam Kej.2:24. Kata satu disini mengandung arti satu kesatuan (compound unity).
  • Ketiga pribadi tersebut dihubungkan sebagai satu kesatuan dan kesetaraan (Mat.28:19-20; 2 Kor.13:14).
  • Struktur dan isi surat-surat rasul Paulus mengikuti pola Tritunggal. Contoh:
  • Efesus 1:3-6   : Allah Bapa;
  • Efesus 1:7-12  : Yesus Kristus;
  • Efesus 1:13-14 : Roh Kudus.
  • Bukti yang paling nyata adalah pernyataan yang berani didalam Yoh. 1:33-34; 14:16,26; 16:13-15; 20:21-22.

IV. Ajaran Yang Keliru:

1. Sabellianisme: Allah itu esa dan terdiri dari satu pribadi dengan tiga nama Penganut masa kini: Jesus Only, Pentecostal Oneness, Kabar Mempelai?
2. Arianisme:
  • menekankan keesaan Allah dan bahwa tidak ada yang seperti   Dia.
  • hanya Bapa saja adalah Allah.
  • Yesus adalah makhluk sempurna. Walaupun Dia diciptakan,   Dia berbeda dari makhluk yang lain.
  • Yesus boleh disebut sebagai Allah, tetapi keilahianNya   adalah sesuatu yang diberikan Allah kepadaNya. Sebagai   Allah Yesus setingkat dibawah Allah Bapa.
  • Penganut masa kini: Saksi Yehovah.
KESULITAN DALAM MEMPELAJARI DOKTRIN TRITUNGGAL
Setiap orang yang pernah belajar doktrin Tritunggal pasti setuju bahwa doktrin tersebut adalah doktrin yang sangat sulit dipahami atau dimengerti. Boettner mengatakan bahwa ketika kita memandang Allah Tritunggal, kita merasa seperti orang yang memandang langsung matahari pada tengah hari (Loraine Boettner; Studies in Theology; 1960; hal. 124). Sedangkan A.W. Tozer mengatakan bahwa: “Untuk merenungkan ketiga pribadi Allah itu berarti di dalam pikiran kita melangkah ke arah timur melalui taman Eden dan memijakkan kaki kita di tempat yang suci. Usaha kita yang paling tulus untuk mencoba memahami rahasia Tritunggal yang tak dapat dimengerti itu akan tetap tinggal sia-sia, dan hanya rasa takut dan hormat saja yang dapat mencegah kita membuat sesuatu yang semata-mata merupakan sangkalan saja (Mengenal Yang Maha Kudus; 1995; hal. 29). Itulah sebabnya dalam pembahasannya tentang Tritunggal, ia mengawalinya dengan sebuah doa yang berbunyi demikian : “Ya, Allah nenek moyang kami, yang bertakhta di dalam terang, betapa merdunya bahasa kami! Namun, apabila kami mencoba menceritakan keajaiban-Mu, bahasa kami terasa miskin dan sumbang. Apabila kami merenungkan misteri Allah Tritunggal, kami hanya terpesona. Di hadapan takhta-Mu, kami tidak meminta supaya kami mengerti, kami hanya ingin supaya kami selayaknya mengasihi dan menyembah Engkau, Allah yang Tritunggal, yang mempunyai tiga pribadi. Amin.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka betapa pentingnya melihat hal-hal yang menjadi kesulitan dalam mempelajari doktrin Tritunggal.
Kesulitan Teologis
Teologia Kristen mempunyai pandangan yang unik tentang Allah (God is the Whole Other). Di dalam Alkitab, Allah dinyatakan dengan begitu jelas yang meliputi diri atau esensi Allah, keberadaan Allah, sifat-sifat atau karakter Allah, atribusi Allah, dan karya-karya-Nya. Secara khusus tentang diri atau esensi Allah yang dikaitkan dengan sifat-sifat-Nya maka akan ditemukan dua konsep di dalamnya yaitu (1) Allah itu esa (2) Ada tiga pribadi Allah yang memiliki kualitas yang sama dalam segala hal. Dua kenyataan ini mengharuskan para teolog untuk menyusun dasar-dasar teologia yang seimbang dan tidak menekankan atau mengutamakan salah satu aspek saja (lihat bagian pertama tulisan ini). Tetapi bagaimanakah hal itu dapat dilakukan? Inilah kesulitan teologis dalam mempelajari dan merumuskan doktrin Tritunggal dengan benar (Penjelasan lengkap tentang masalah ini dapat dilihat dalam bagian “Dasar alkitabiah doktrin Tritunggal”).
Kesulitan Filosofis
Bukan hanya kesulitan teologis yang dihadapi dalam mempelajari doktrin Tritunggal, tetapi juga kesulitan filosofis. Thiessen mengatakan bahwa : “Ajaran tentang Tritunggal Allah adalah suatu rahasia yang besar sekali. Seakan-akan ajaran in merupakan teka-teki intelektual yang sulit dipecahkan atau bahkan merupakan suatu kontradiksi.” (Teologi Sistematika; 1992; hal. 139). Rasio tak mampu memecahkan misteri ini. ”Bagaimana mungkin sesuatu itu tiga sekaligus satu atau satu sekaligus tiga?” Pemikir-pemikir Islam sering terjebak dalam kesulitan in akhirnya menuduh agama Kristen sebagai agama yang mempunyai konsep Allah (monoteisme) yang tak masuk akan (kontra rasional). Mereka sering memakai analogi matematika untuk maksud itu, yaitu 1+1+1 = 1 (Andar Tobing; Apologetika Tentang Trinitas; 1972; hal. 9-10). Memang inilah kesulitan filosofis dalam mempelajari doktrin Tritunggal.
Kesulitan Empiris.
Kesulitan empiris yang dimaksud di sini adalah sebuah kesulitan yang dihubungkan dengan kenyataan bahwa Allah itu “Ada” meski tidak kelihatan dan tidak ada yang sama dengan keberadaan-Nya. Allah itu adalah ia yang tidak pernah identik dengan apa yang disebut sebagai Allah, yang dialami sebagai Allah, yang dirindukan dan disembah… (Barth dalam buku Horst G. Poehlmann: Allah itu Allah (Potret 6 Teolog Besar Kristen Protestan Abad Ini); 1998; hal. 15). Floyd C. Woodworth, Jr dan David D. Duncan mengatakan bahwa : “Dalam pengalaman kita, tidak ada sesuatu yang sebanding dengan ketritunggalan dalam keesaan dan keesaan dalam ketritunggalan. Kita tahun bahwa tidak ada tiga orang yang secara struktur adalah satu. Tidak ada tiga orang yang masing-masing mempunyai pengetahuan yang lengkap tentang apa yang dibuat atau dipikirkan oleh yang lainnya. Setiap orang memagari dirinya sendiri dengan kebebasan pribadi. Tidak ada manusia yang memiliki kepribadian jamak seperti yang dinyatakan tentang Allah (Dasar-Dasar Kebenaran; 1989; hal. 27). Kenyataan ini mengakibatkan kesulitan tersendiri dalam memahami Allah, sebab tidak ada sesuatu apapun yang dapat dipakai sebagai analogi untuk mendekati-Nya. Kesulitan inilah yang menjadi dasar kelemahan semua analogi tentang doktrin Tritunggal.
Itulah kesulitan-kesulitan dalam mempelajari dan memahami doktrin ini. Setelah melihat kesulitan-kesulitan di atas, maka sekarang penting juga untuk melihat alasan-alasan yang menyebabkan doktrin Tritunggal ini sulit dipahami, atau dengan kata lain, “Mengapa doktrin ini sulit dimengerti?” Sekurang-kurangnya ada tiga alasan untuk menjawab pertanyaan itu, yaitu :
Alasan Teologis
Di dalam alasan teologis ini, terdapat tiga fakta yang menyebabkan kebenaran Tritunggal sulit dimengerti atau dipahami (Stephen Tong; Allah Tritunggal; 1990; hal. 13-18). Ketiga fakta ini antara lain : (1) Kebenaran Tritunggal ini adalah kebenaran yang bersifat dan berdasarkan wahyu Allah. Yang dimaksud dengan kebenaran yang bersifat dan berdasarkan wahyu Allah di sini adalah bahwa kebenaran Tritunggal bukanlah hasil spekulasi manusia, tetapi merupakan anugerah dari Allah yang tidak bisa kita mengerti, juga tidak bisa kita bantah (tolak), hanya bisa kita terima. Dalam kerangka berpikir tentang wahyu (pernyataan dari Allah) ini, kita mengenal adanya wahyu bertingkat (Progressive Revelation) yaitu wahyu yang mengalami kemajuan dari yang sangat tidak jelas, menjadi tidak jelas, kemudian menjadi kurang jelas, dan akhirnya menjadi jelas bahkan sangat jelas. Wahyu progresif ini dibagi dalam dua jenis wahyu, yaitu wahyu Allah secara umum (General Revelation of God), dan wahyu Allah secara khusus (Special Revelation of God). Wahyu Allah secara umum dinyatakan melalui peristiwa penciptaan dunia ini, dan wahyu Allah secara khusus dinyatakan melalui pribadi kedua dari Allah Tritunggal (Yesus Kristus) pada saat inkarnasi-Nya. Dalam konteks ini, kebenaran Tritunggal adalah kebenaran yang bersifat atau berdasarkan wahyu Allah secara khusus (Special Revelation of God). Dengan demikian jika kebenaran yang bersifat wahyu ini tidak diterima dengan iman, maka ini pasti akan menimbulkan kesulitan di dalam memahami-Nya. Ds. S.C. Hofland menulis: “Jangan sekali-kali kita berspekulasi mengenai Allah. Jangan sekali-kali mengemukakan pertanyaan yang nadanya untuk mencari tahu, bagaimana gerangan keberadaan Allah itu sebenarnya, di balik pernyataan-Nya kepada manusia. Manusia hanya dapat berbicara mengenai Allah dalam keterkaitannya dengan Allah sendiri, yaitu dalam suatu hubungan yang bersifat sangat ‘relasional’. (Allah Beserta Kita; 1991; hal. 23). (2) Kebenaran Tritunggal adalah kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta. Berbicara tentang Tritunggal adalah berbicara tentang Allah sebagai Sang Pencipta. Manusia berusaha untuk memahami Allah Tritunggal. Siapakah manusia yang mau memahami-Nya? Manusia adalah makhluk (ciptaan), dan Tritunggal adalah Allah (pencipta). Jadi yang ingin mengetahui adalah ciptaan, dan yang ingin diketahui adalah pencipta. Pertanyaannya adalah, “Mungkinkah ciptaan memahami pencipta dengan sempurna?” Niftrik dan Boland mengatakan bahwa : “Apabila kita mau berbicara tentang soal “ketritunggalan” maka haruslah terlebih dahulu kita insafi, bahwa kita berbicara tentang Allah. Allah itu Allah yang hidup, bukan sesuatu pengertian atau persoalan yang dapat diselidiki dengan akal budi kita sampai menjadi “terang”. Bila kita mau memecahkan suatu persoalan, maka paham kita harus melebihi persoalan itu, sehingga dapat kita tangkap dan kuasai. Tetapi sebaliknya yang terjadi, bila kita bertemu dengan Allah yang hidup, yakni kita “ditangkap” dan “dikuasai” oleh Dia. (Dogmatika Masa Kini; 1984; hal. 547-548). Selain itu pula, tak dapat dipungkiri bahwa ada perbedaan kualitatif atau perbedaan sifat dasar di antara pencipta dan yang dicipta (Stephen Tong: Allah Tritunggal; 1990:15). Perbedaan ini menghadirkan “gap” atau jurang pemisah antara Allah dan manusia. Dengan demikian ketika seseorang hendak mempelajari doktrin Tritunggal, berarti ia sedang berbicara tentang Ia (Allah) yang luput dari segala usaha manusia untuk memahami-Nya. Pencipta adalah kekal, dan yang dicipta adalah fana. Tak mungkin yang fana memahami yang kekal dengan sempurna. Pencipta adalah “Yang tak terbatas” dan yang dicipta (ciptaan) adalah “yang terbatas” maka secara natural tak mungkin “yang terbatas” dapat memahami “Yang tak terbatas” sampai tuntas. Yang mungkin adalah bahwa “yang terbatas” dapat memahami “Yang tak terbatas” dalam batas-batas tertentu sesuai dengan keterbatasannya. Semuanya ini akan mengakibatkan kesulitan dalam memahami Allah, dalam hal ini adalah kebenaran Tritunggal. (3) Kebenaran Tritunggal adalah kebenaran mengenai Allah yang satu-satunya, Allah Yang Maha Esa (The Only One God). Kenyataan bahwa Allah adalah Ia yang satu-satunya, dan tak ada yang lain seperti Dia, membuat tak mungkin menemukan sesuatu yang dapat menggambarkan tentang diri-Nya secara sempurna. Stephen Tong mengatakan : “Biasanya kita mengerti sesuatu karena sesuatu itu mempunyai persamaan dengan sesuatu yang lain, sehingga melalui persamaan itu kita menemukan analoginya. Karena ada persamaan, kita mempunyai jembatan analogis untuk pengertian kita, sehingga dari sesuatu yang sudah dimengerti kita loncat ke sesuatu yang belum kita mengerti, akhirnya kita mengerti semuanya. Tetapi di dalam kita mengerti Allah, tidak ada pembanding-Nya, tidak ada persamaan-Nya, sehingga tidak bisa dimengerti dengan rasio sepenuhnya (Stephen Tong : 16). Jikalau terpaksa ada sesuatu yang dipakai untuk menggambarkan diri-Nya, maka biasanya digunakan kata “seperti” untuk hal itu (A.W. Tozer : 15). Yang ”seperti” tentu bukanlah yang “disepertikan”. Jadi apa pun analogi yang digunakan untuk menjelaskan diri Allah, tentunya tak dapat menjelaskan realitas yang sebenarnya. Apabila mencoba membayangkan Allah itu seperti apa, maka harus menggunakan sesuatu yang bukan Allah sebagai bahan untuk diolah oleh pikiran; bagaimanapun membayangkan Allah, sebenarnya Allah itu tidak demikian. Hal inilah yang menyebabkan doktrin Tritunggal menjadi doktrin yang sulit dipahami.
Alasan Filosofis
Ketika ilmu pengetahuan mulai berkembang dan mencapai puncaknya pada abad-abad ini, timbullah kecenderungan untuk menganggapnya sebagai segala-galanya. Kebenaran-kebenaran religius yang dianggap tidak masuk akal, dilihat sebagai suatu kebohongan belaka yang harus dibuang dan ditinggalkan. Filsuf Inggris, John Locke membagi pengetahuan menjadi 3 macam yaitu : (1) Yang masuk akal (rasional) yang menyangkut hal-hal yang kebenarannya dapat ditemukan melalui menguji, dan menelusuri pikiran-pikiran yang dimiliki dari sensasi dan refleksi itu; dan melalui deduksi secara alamiah mengetahui benar atau mungkin.(2) Yang tak masuk akal (kontra rasional), yaitu hal-hal yang tidak sesuai, atau tidak dapat dipadankan dengan pikiran maupun ide-ide yang jelas dan nyata. (3) Yang berada di atas kemampuan akal atau melampaui akal (supra rasional), yaitu hal-hal yang kebenaran atau kemungkinannya tidak dapat diperoleh dari prinsip-prinsip sebagaimana yang terdapat dalam pengetahuan yang rasional. (Colin Brown: Filsafat dan Iman Kristen I; 1994; hal. 84; lihat juga Stephen Tong : Siapakah Kristus (Sifat & Karya Kristus); 1992; hal. 3). Contoh untuk ketiga pembagian ini adalah seperti keberadaan Allah yang esa adalah sesuai dengan (masuk) akal; keberadaan lebih dari satu Allah bertentangan dengan akal; kebangkitan orang mati melampaui kemampuan akal. Jika demikian, maka pertanyaan yang harus dipikirkan adalah, “Apakah doktrin Tritunggal itu tidak masuk akal (kontra rasional) atau berada d atas kemampuan akal (supra rasional)?” Untuk menjawab pertanyaan ini, haruslah dimulai dari fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah. Atau dengan kata lain, manusia adalah “ada” karena diadakan oleh “Sang Mahaada” yang tidak pernah menjadi ada (Allah) dan ii menyangkut keseluruhan aspek dalam diri manusia termasuk rasionya. Jadi, rasio manusia itu adalah hasil ciptaan Allah dengan rasio-Nya. Atau dengan kata lain Allah dengan rasio-Nya yang sempurna itu menciptakan rasio manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rasio manusia (yang ada pada manusia) itu adalah rupa atau gambar (replika) dalam kualitas yang lebih rendah dari Rasio Sempurna yang ada pada Allah itu sendiri. Jika rasio manusia mempunyai kualitas yang lebih rendah dari “Rasio Sempurna”, maka tentunya Rasio Sempurna (Allah) harus diklasifikasikan ke dalam wilayah supra rasional. Tentu tak dapat dipungkiri bahwa di antara apa yang rasional dan apa yang supra rasional terdapat gap, ruang kosong, daerah vakum, atau daerah es seperti konsep Barth. Gap, ruang kosong atau daerah vakum inilah yang mengakibatkan kesulitan-kesulitan rasional-filosofis di dalam memahami doktrin Tritunggal. Paul Tillich mengatakan bahwa : “Iman akan Allah tak masuk akal, paradoks, namun bukan absurd. Dengan kata lain: hanya akal yang mengalami dapat mencapai Allah dan bukan akal yang menelaah.” (Tillich dalam buku Poehlmann: Allah itu Allah; 1998; hal. 64).
Alasan Empiris
Kesulitan empiris di dalam mempelajari doktrin Tritunggal adalah tidak adanya sesuatu (apa pun maupun siapapun) di dalam alam ini yang dapat dipakai sebagai gambaran yang sempurna terhadap konsep yang sempurna dari Allah Tritunggal. Hal ini disebabkan karena segala sesuatu yang ada di dunia (apapun atau siapapun) ini bersifat alamiah (natural), sedangkan Allah Tritunggal bersifat supra alamiah (supra natural). Tentu hal ini masuk akal bahwa yang natural tak dapat menggambarkan Yang supra natural dengan sempurna seperti apa yang dikatakan Boettner : “Tidak perlu heran bahwa di dalam keallahan kita menemukan bentuk kepribadian yang unik dan berbeda dengan yang ditemukan di dalam manusia. Di dalam tingkat yang berkembang di dalam dunia, kita berpindah dari yang sederhana ke yang kompleks. Tanaman hidup tetapi tidak memiliki kesadaran. Binatang memiliki perasaan. Manusia jauh lebih tinggi dari binatang dengan memiliki akal budi, kesadaran  moral dan jiwa kekal. Tingkatan yang tinggi di dalam manusia tidak dimengerti sama sekali oleh binatang, burung, dll. Maka tidak perlu heran apabila kita tidak bisa mengerti Allah Tritunggal. (Boettner 1960: 108). Dengan demikian, maka tak dapat dielakkan lagi kesulitan-kesulitan empiris di dalam usaha memahami dengan sempurna kenyataan Allah Tritunggal.