ALLAH TRITUNGGAL
Tritunggal
atau Trinitas adalah doktrin
Iman Kristen yang mengakui Satu
Allah Yang Esa, namun hadir dalam Tiga Pribadi: Allah
Bapa dan Putra dan Roh Kudus,
di mana ketiganya adalah sama esensinya, sama kedudukannnya, sama kuasanya, dan
sama kemuliaannya. Istilah Tritunggal
(Inggris: trinity,
Latin: trinitas) mengandung arti tiga Pribadi dalam satu
kesatuan esensi Allah. Istilah "pribadi" dalam bahasa Yunani adalah hupostasis,
diterjemahkan ke Latin sebagai persona (Inggris: Person).
Sejak
awal abad ketiga doktrin Tritunggal telah dinyatakan sebagai "Satu
keberadaan (Yunani: ousia, Inggris: beeing) Allah di dalam tiga
Pribadi dan satu substansi (natur), Bapa, Anak, dan Roh Kudus "
Kamus
Oxford Gereja Kristen (The Oxford Dictionary of the Christian Church)
menjelaskan Trinitas sebagai "dogma sentral dari teologi
Kristen". Doktrin ini diterima oleh
mayoritas aliran-aliran Kristen, seperti: Katolik,Protestan,
dan Orthodoks.
Kitab
Perjanjian Baru tidak secara eksplisit menuliskan istilah "Allah
Tritunggal", tetapi keberadaan Bapa, Putra dan Roh Kudus tersurat dalam
banyak ayat, baik secara terpisah maupun bersama-sama. Berdasarkan rumusan
dalam perintah tentang pembaptisan di Matius 28:19 "Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus" (TB-LAI). Doktrin Tritunggal mendapatkan bentuknya seperti
sekarang, adalah berdasarkan Firman Tuhan dalam Injil. Ucapan Yesus: Aku di
dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku, dapat digunakan untuk menjelaskan istilah
"pribadi", "sifat", "esensi",
"subtansi", istilah-istilah yang belum pernah digunakan oleh para
Rasul.
Karena
kekurang pahaman dalam membaca Injil, beberapa orang atau kelompok menyangkal
bahwa doktrin yang dinyatakan pada abad keempat tersebut didasarkan pada
gagasan Kristen, dan bahwa doktrin itu merupakan sebuah penyimpangan dari ajaran Kristen
mula-mula tentang Allah. Bahkan ada yang menyatakan bahwa doktrin tersebut
meminjam konsep pra-Kristen tentang trinitas ilahi yang dipahami oleh Plato.
Etimologi
Kata
Trinitas berasal dari bahasa
Latin yang berarti "nomor tiga, tiga
serangkai atau tritunggal". Kata benda abstrak ini terbentuk dari kata
sifat trinus (tiga masing-masing, tiga kali lipat),[4] sebagai kata unitas yang merupakan kata benda
abstrak yang dibentuk dari unus (satu).
Kata
yang sesuai dalam bahasa Yunani adalah Τριάς, yang berarti "satu set dari
tiga" atau "nomor tiga".
Penggunaan
tercatat pertama dari kata Yunani ini dalam teologi Kristen (meskipun bukan
tentang Trinitas Ilahi) adalah oleh Teofilus dari Antiokhia pada sekitar 170.
Tertulianus, seorang teolog Latin yang menulis pada awal abad ketiga,
yang dianggap menggunakan kata-kata "Trinitas", "persona"
dan "substansi"
menjelaskan bahwa Bapa, Anak dan Roh
Kudus adalah "satu dalam esensi - bukan satu dalam Persona"
Sekitar
satu abad kemudian, pada tahun 325, Konsili
Nicea menetapkan doktrin Trinitas sebagai
ortodoksi dan mengadopsi Pengakuan Iman Nicea, yang menggambarkan Kristus sebagai "Allah dari allah,
Terang dari terang, maha Allah dari maha Allah, diperanakkan, bukan dibuat,
satu substansi (homoousios) dengan Bapa".
Sejarah
Pertemuan
Nicea adalah pertemuan yang sangat diragukan karena ketidak konsistenan data.
Penguasa Roma Konstantin
memanggil semua uskup ke Nicea,
jumlahnya sekitar 1800 uskup. Dari jumlah ini sekitar 1000 orang dari timur dan
800 orang dari barat. Namun, jumlah yang hadir lebih sedikit dan tidak
diketahui pasti berapa. Eusebius dari
Kaisaria menghitung 250, Athanasius
dari Alexandria menghitung 318, dan Eustatius
dari Antiokia mencatat 270 orang. Mereka bertiga
hadir pada konsili ini. Belakangan Socrates Scholasticus mencatat lebih dari 300 orang dan Evagrius, Hilarius, Hieronimus dan Rufinus mencatat 318 orang.
Konstantin
bukan seorang Kristen. Menurut dugaan, ia belakangan ditobatkan, tetapi baru
dibaptis pada waktu sedang terbaring sekarat.
Mengenai
dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early Church: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang
Tidak Tertaklukkan;... pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai
pengalaman kerelaan yang datang dari batin... Ini adalah masalah militer.
Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia
yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah
orang-orang Kristen.”
Peranan
apa yang dimainkan oleh kaisar yang tidak dibaptis ini di Konsili
Nicea? Encyclopaedia
Britannica menceritakan:
“Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin
pertemuan dan secara pribadi mengusulkan... rumusan penting yang menyatakan
hubungan Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili
tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’... Karena sangat segan terhadap kaisar,
para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari
mereka dengan sangat berat hati.”
Karena
itu, peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan debat agama yang
sengit, politikus kafir ini campur tangan dan mengambil keputusan demi
keuntungan mereka yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi mengapa?
Pasti bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin pada dasarnya
tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam
teologi Yunani,” kata A
Short History of Christian Doctrine.
Yang ia tahu adalah bahwa perpecahan agama merupakan ancaman bagi
kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah kekuasaannya.
Perkembangan selanjutnya
Setelah
Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung selama puluhan
tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan
mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo
dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut.
Konsili
tersebut menyetujui untuk menaruh roh kudus pada tingkat yang sama dengan Allah
dan Kristus. Untuk pertama kali, Tritunggal Susunan Kristen mulai terbentuk
dengan jelas.
Tetapi,
bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang
diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami
penindasan yang kejam.
Baru
pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan : “Perkembangan penuh dari ajaran
Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika
suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.”
Kredo Athanasia
Tritunggal
didefinisikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasia. Athanasius
adalah seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai
namanya berbunyi: “Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal... sang Bapa
adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; namun mereka
bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”
Tetapi,
para sarjana yang mengetahui benar masalahnya setuju bahwa Athanasius tidak
menyusun kredo ini. The New Encyclopedia Britannica mengomentari: “Kredo itu
baru dikenal oleh Gereja Timur pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana
pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius
(meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5...
Pengaruh kredo itu tampaknya terutama ada di Perancis Selatan dan Spanyol pada
abad ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9
dan kira-kira tidak lama setelah itu di Roma.”
Pengertian Pribadi dalam Tritunggal
Allah
di dalam Alkitab menyatakan Diri kepada manusia yang diciptakanNya sebagai
Bapa, Firman (Anak), dan Roh Kodus. Umat Krisitiani mengenal Allah sedemikian
rupa dan membentuk istilah Allah Tritunggal: Allah (Bapa), Allah (Anak), dan
Allah (Roh Kudus) merupakan inti ajaran Kristen. Ketiga Pribadi adalah sama, sama kuasanya, dan sama
kemuliaannya. Ketiganya satu dalam esensi dan memiliki sifat (Ing:attribute)
yang sama. Ke-mahakuasa-an,ke-tidak-berubah-an, ke-mahasuci-an,
ke-tidak-tergantung-an, dimiliki oleh masing-masing Pribadi Allah.
Masing-masing
Pribadi adalah Allah, namun ketiga Pribadi tidak identik ketika kita
memanggilNya di dalam doa atau ketika Allah mewujudkan karyaNya bagi penciptaan
dan pemeliharaan manusia dan alam semesta, maka Allah Bapa bukan Allah Anak;
Allah Anak bukan Allah Roh Kudus; dan Allah Roh Kudus bukan Allah Bapa.
Ketiganya dapat dibedakan, tetapi di dalam esensi tidak terpisahkan.
Yohanes
Calvin menjelaskan bahwa ketiga Pribadi
tersebut tidak dapat dipisahkan menjadi tiga sosok yang terpisah. Ketiga gelar
tersebut digunakan untuk menunjukkan bahwa ada kekhasan dalam cara Allah turun ke dunia ini. Allah yang turun ke dunia, mati dan
menderita bukanlah Allah Bapa, melainkan Allah Anak.
Allah Bapa
Allah
sebagai Bapa yang memelihara, yang memberikan kasih seorang Bapa Sejati yang
sangat mesra, begitu penyayang dan begitu tertib penuh ketegasan (disiplin).
Bapa Sorgawi tidak pernah sama dengan para bapa (bapak-bapak atau para ayah)
dunia ini dalam hal kasih dan karakter yang tidak dapat terbandingi dengan
kasih dan karakter Bapa Sorgawi. Allah sebagai Bapa Sorgawi merupakan Bapa yang
sempurna dari segala bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini yang adalah
gambaran dan rupa (duplikat dan bayangan) dari Sang Bapa Sorgawi yang murni.
Bapa
(Kepribadian Bapa) tidaklah lebih tinggi daripada Anak ataupun juga dengan Roh
Kudus.
Allah Anak
Allah
sebagai teladan dengan Ia merendahkan diri-Nya dalam rupa manusia dan
mengenakan nama Yesus
yang adalah Kristus (Allah yang datang sebagai manusia), taat pada semua hukum yang telah Ia tetapkan, mati di
kayu salib, dikuburkan, lalu bangkit pada hari yang ketiga, dan naik
ke surga dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang
hidup dan mati. Ia adalah teladan iman sejati dan sumber kehidupan bagi orang Kristen. Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dengan
menjadi Anak yang mati di kayu salib. Ini adalah berita Injil yang adalah kekuatan Allah. Alkitab
menyatakan bahwa Anak merupakan yang Anak sulung Allah dari semua anak-anak
Allah dimaksudkan bahwa Anak pun merupakan "Sahabat Sejati" yang rela
mengorbankan Nyawa-Nya dan tidak menyayangkannya sama sekali untuk manusia
dapat diterima sebagai anak-anak Allah.
Anak
(Kepribadian Anak) tidak pernah lebih rendah daripada Bapa.
Allah Roh Kudus
Allah
sebagai Pembimbing, Pendamping, Penolong, Penyerta, dan Penghibur yang tidak
terlihat, namun berada dalam hati setiap manusia yang mengaku bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan dan hidup di dalam-Nya.
Roh
Kudus bukanlah tenaga aktif. Roh Kudus bukanlah kebijaksanaan (pikiran)
tertinggi dari seluruh alam jagad kosmik. Roh Kudus bukanlah manusia tokoh
pendiri suatu agama baru. Roh Kudus tidak pernah berbau hal yang mistik. Memang
benar bahwa Allah itu maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu bukan sekedar kuasa atau
kekuatan, tetapi Roh Kudus adalah Allah, sebab Allah itu Roh. Dengan demikian
Roh Kudus adalah Pribadi Allah itu sendiri dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Allah. Kepribadian Roh Kudus tidak pernah lebih rendah daripada
Bapa maupun Anak.
Dasar-dasar Alkitabiah Tritunggal
- Pada saat penciptaan dalam Kitab Kejadian Allah berkata: "Marilah Kita ...", kata Kita merupakan subjek jamak.
- Saat Yesus dibaptis di sungai Yordan, Ia menunjukkan kepribadian-Nya pada saat yang sama dan bermunculan bersama-sama dengan Roh Kudus (dalam manifestasi burung merpati) turun ke atas Anak, dan Bapa berfirman dengan lantang penuh kasih.
- Saat penciptaan, dimana Bapa mencipta, Anak berfirman, dan Roh Kudus yang memulihkan (melayang-layang) sempurna.
- Saat Pencurahan Pentakosta, dimana Bapa mengutus, Anak yang memberikan Roh Kudus, dan Roh Kudus tercurah pada murid-murid Yesus yang ada di atas loteng.
- Saat Yesus berada di atas gunung, setelah Ia meneladani manusia dengan berdoa, Ia menunjukkan kemuliaan-Nya dan menampakkan kepribadian-Nya dengan wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang, kemudian Roh Kudus turun, dan awan yang terang menaungi 3 orang murid Yesus. Bapa dari dalam awan itu memperdengarkan suara-Nya dan berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia."
MEMAHAMI ALLAH TRITUNGGAL
Allah
Tritunggal atau Trinitas merupakan doktrin yang sukar dan membingungkan kita.
Kadang-kdang orang Kristen dituduh mengajarkan pemikiran yang tidak masuk akal
(logika), yaitu 1+1+1=1. ini merupakan pernyataan yang salah. Mengapa tidak
memakai formula 1x1x1=1 atau 1:1:1=1? Istilah Trinitas bukan menjelaskan relasi
dari Tiga Allah (ini yang sering dikatakan oleh sekte Unitarian kepada Orang
Kristen). Tritunggal bukan berarti triteisme, yaitu di mana ada tiga keberadaan
yang tiga-tiganya
adalah Allah. Kata Trinitas dipergunakan sebagai usaha untuk menjelaskan
kepenuhan dari Allah, baik dalam hal keesaan-Nya maupun dalam hal
keragaman-Nya.
Formulasi Trinitas yang telah dikemukakan dalam sejarah
adalah Allah itu satu esensi dan tiga Pribadi. Formula ini memang merupakan
suatu hal yang misteri dan paradoks tetapi tidak kontradiksi. Keesaan dari
Allah dinyatakan sebagai esensi-Nya atau keberadaan-Nya, sedangkan
keragaman-Nya diekspresikan dalam Tiga Pribadi. Istilah Trinitas sendiri tidak
terdapat dalam Alkitab, namun konsepnya dengan jelas diajarkan oleh Alkitab. Di
satu sisi, Alkitab dengan tegas menyatakan keesaan Allah (Ulangan 6:4) dan
(ihat juga 1Kor 8:4,6; 1Tim 2:5-6, Yak2:19) Di sisi lain, Alkitab dengan tegas
menyatakan keilahian tiga pribadi dari Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Gereja
telah menolak ajaran-ajaran bidat modalisme dan triteisme. Modalisme adalah
ajaran yang menyangkali perbedaan Pribadi-Pribadi yang ada di dalam keesaan
Allah, dan menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus hanyalah merupakan tiga
cara Allah di dalam mengkspresikan diri-Nya. Di pihak lain, Triteisme
mengungkapkan pernyataan yang salah, yaitu ada tiga keberadaan yang menjadi
Allah.
Istilah Pribadi sama sekali tidak berarti adanya
perbedaan di dalam esensi, tetapi perbedaan di dalam subtansi dari Allah.
Substansi-substansi pada diri Allah memiliki perbedaan yang nyata satu dengan
yang lain tetapi tidak berbeda secara esensi, dalam arti suatu keberadaan yang
berbeda satu dengan yang lain.setiap Pribadi berada ”di bawah” esensi Allah
yang murni. Perbedaan substansi ini berada dalam wilayah keberadaan, bukan
suatu merupakan suatu keberadaan atau esensi yang terpisah. Semua pribadi pada
diri Allah memiliki atribut ilahi.
Setiap
Pribadi di dalam Trinitas memiliki peran yang berbeda. Karya keselamatan dalam pengertian tertentu
merupakan pekerjaan dari ketiga Pribadi Allah Tritunggal. Namun, di dalam
pelaksanaannya ada peran yang berbeda yang dikerjakan oleh Bapa, Anak dan Roh
Kudus. Bapa memprakarsai penciptaan dan penebusan; Anak menebus ciptaan; dan
Roh Kudus melahirbarukan dan menguduskan, dalam rangka mengaplikasikan
penebusan kepada orang-orang percaya.
Keilahian Bapa:
·
Mat 6:26 bdk Mat 30,32, Yoh.1:18,
6:46, Ro 1:7
Keilahian Yesus Kristus:
·
Pengakuan Tomas: Yoh 20:28.
·
Kesaksian Paulus: Flp 2:5-11.
·
Ibr 1:2,8.
·
malaikat Allah adalah malaikat-Nya:
Luk.12:8-9; 15:10, Mat13:41.
·
kerajaan Allah dan orang-orang
pilihan Allah adalah milik-Nya: Mat 12:28, 19:14, 24, 21:31,43, Mrk13:20.
·
mengampuni dosa: Mrk 2:8-10.
·
wewenang untuk menghakimi dunia:
Mat.25:31.
·
berkuasa atas dunia: Mat 24:30, Mrk
14:62.
Keilahian Roh Kudus:
·
berdusta kepada Roh Kudus = berdusta
kepada Allah ( bdk. 1 Kor.6:19-20).
·
Roh Kudus digambarkan sebagai
memiliki sifat dan melakukan pekerjaan Allah (Yoh.16:8-11, 3:18).
·
Roh Kudus dinyatakan sederajat
dengan Allah(Mat 28:19; 2Kor 13:14, 1Pet 1:2).
Doktrin Tritunggal tidak menunjukkan bagian-bagian atau
peran-peran dari Allah. Analogi manusia yang menjelaskan seseorang yang adalah
seorang ayah, seorang anak, dan seorang suami tidak dapat mewakili misteri dari
natur Allah.
Doktrin Tritunggal tidak secara lengkap menjelaskan
tentang karakter Allah yang bersifat misteri. Sebaliknya, doktrin ini
memberikan perbatasan yang tidak boleh kita langkahi. Doktrin ini menjelaskan
batas pemikiran kita yang terbatas. Doktrin Tritunggal menuntut kita untuk
setia pada wahyu ilahi yang menyatakan bahwa dalam satu pengertian Allah adalah
esa dan dalam pengertian lain Dia dalah tiga.
·
Doktrin Tritunggal meneguhkan kesatuan Allah di dalam
tiga pribadi
·
Doktrin Tritunggal bukan merupakan suatu kontradiksi;
Allah memiliki satu esensi dan tiga pribadi.
·
Alkitab meneguhkan baik keesaan Allah dan keilahian dari
Bapa, Anak dan Roh Kudus.
·
Ketiga pribadi di dalam Tritunggal dibedakan melalui
karya yang dilakukan oleh Bapa, Anak dan Roh Kudus.
·
Doktrin Tritunggal memberikan batasan kepada spekulasi
manusia tentang natur Allah.
Hal
pertama yang perlu kita tegaskan adalah bahwa kita tidak menemukan istilah
Allah Tritunggal di dalam Alkitab.
Karena
itu, ada sebagian orang yang menolak pandangan Allah Tritunggal karena menurut
mereka istilah itu tidak pernah ditemukan di dalam Alkitab, baik di dalam
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selanjutnya, mereka itu menyatakan
bahwa ajaran Allah Tritunggal hanya merupakan ciptaan dari bapak-bapak Gereja
mula-mula. Benarkah demikian? Jawabnya adalah, memang istilah Allah Tritunggal
tidak ditemukan, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Jika
kita melihat perkembangan doktrin Tritunggal tersebut, memang hal itu tidak
terlihat secara jelas dinyatakan di dalam Perjanjian Lama. Umat Allah di dalam
Perjanjian Lama malah terus menerus diperingatkan bahwa Allah itu esa (Ulangan
6:4). Hukum Taurat pertama dari sepuluh Hukum Taurat menegaskan : Jangan ada
padamu allah lain di hadapanKu (Kel.20:3). Itulah sebabnya umat Allah di dalam
Perjanjian Lama hanya beribadah kepada YHWH.
Namun
demikian, kehadiran Yesus Kristus dan Roh Kudus di Perjanjian Baru membuat
pemahamaman akan keesaan Allah tersebut perlu dipikirkan ulang. Siapakah Yesus
Kristus? Siapakah Roh Kudus? Apakah Yesus manusia biasa, atau sekedar seorang
nabi seperti nabi lainnya di dalam Perjanjian Lama? Penulis-penulis Perjanjian
Baru memberi pengajaran bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah pribadi Allah juga.
Sekalipun terjadi pro-kontra di dalam gereja mula-mula tentang pribadi Yesus,
namun akhirnya, pada tahun 325 hal itu dapat diselesaikan melalui sidang
"oikumene" (konsili) pertama di Necea bahwa Yesus adalah Allah.
Pengakuan bahwa Yesua adalah Allah diteguhkan dalam konsili-konsili
selanjutnya, seperti Konsili Efesus (431), Chalcedon (451). Demikian juga
keAllahan Roh Kudus diteguhkan melalui Konsili kedua di Konstantinopel pada
tahun 381. Jika d emikian halnya, apakah Alkitab mengajarkan adanya tiga Allah?
Tentu saja tidak, sebab sebagaimana kita lihat pada Hukum Taurat pertama, Allah
menegaskan untuk tidak menyembah Allah lain di luar Dia. Pengakuan kepada Allah
yang esa merupakan pengakuan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar (Ulangan 6:4).
Di dalam Injil Perjanjian Baru, kita juga menemukan penegasan akan keesaan
Allah tersebut, baik oleh Tuhan Yesus (Yoh.10:30) maupun oleh rasul-rasul
(1Tim.2:5). Dari pengajaran Alkitab tersebut, kita melihat bahwa di satu sisi
Alkitab menegaskan keesaan Allah, tapi di sisi lain, kita menemukan adanya
kejamakan di dalam keesaan tersebut. Dari kenyataan tersebut, bapak-bapak
Gereja mencoba memahami dan menjelaskannya. Tentu saja, sebagaimana kita
sebutkan di atas, ada pemahaman yang tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab,
seperti Sabellianisme dan Arianisme dan ada juga yang sesuai dengan ajaran
Alkitab, sebagaimana diajarkan oleh Athanasius.
Apakah
adanya sifat kejamakan di dalam Allah yang esa tersebut hanya ditemui di dalam
Perjanjian Baru? Sebenarnya, jika kita meneliti Perjanjian Lama, kita juga
menemukan adanya unsur kejamakan tersebut. Kejamakan tersebut dapat ditemukan
ketika kita membaca kalimat pertama Perjanjian Lama. Dalam Kej.1:1 kita
membaca: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Di dalam bahasa
aslinya (Ibrani) kalimat tersebut berbunyi: Be reshit bara Elohim et ha
shamayim ve et ha aretz. Kata Elohim menandakan jamak (bandingkan dengan
Yes.6:2 di mana banyak mahluk surgawi (serafim) melayani Allah). Salah satu
oknum dari Allah Tritunggal tersebut segera disebut secara eksplisit pada ayat
2: Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Selanjutnya, kita juga
dapat menemukan kejamakan tersebut dalam kisah penciptaan manusia: Baiklah KITA
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita ( (Kej.1:26). Lalu bagaimana
dengan Perjanjian Baru? Ketiga oknum Tritunggal dinyatakan dengan sangat jelas.
Misalnya, dalam kisah pembaptisan Yesus (Mark.1:9-11), kisah pengutusan pada
saat Yesus memberikan amanat agung: Mat.28:19, pada saat khotbah perpisahan
(Yoh.16:4-7), juga dalam memberi berkat (2 Kor.13:13).
Apa ajaran Alkitab mengenai Tritunggal?
Hal yang
paling sulit dalam konsep Kristiani mengenai Tritunggal adalah tidak adanya
penjelasan yang cukup untuk itu. Tritunggal adalah konsep yang tidak mungkin
dapat dimengerti secara penuh oleh manusia apalagi untuk dijelaskan. Allah jauh
lebih besar dan agung dari kita karena itu jangan berharap bahwa kita dapat
memahami Dia secara penuh. Alkitab mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah, Yesus
adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah. Alkitab juga mengajarkan bahwa hanya
ada satu Allah. Meskipun kita memahami beberapa hal mengenai hubungan antar
Pribadi dalam Tritunggal, pada akhirnya kita tetap tidak dapat mengerti secara
keseluruhan. Namun demikian, tidak berarti bahwa Tritunggal tidak benar atau
bukan berdasarkan ajaran Alkitab.
Ketika mempelajari topik ini kita perlu ingat bahwa kata “Tritunggal (Trinitas)” tidak digunakan dalam Alkitab. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan ketritunggalan Allah, yaitu Allah yang terdiri dari tiga Pribadi yang berada bersama dalam kekekalan. Haruslah dimengerti bahwa ini TIDAK berarti ada tiga Allah. Tritunggal berarti satu Allah yang terdiri dari tiga Pribadi. Tidak ada salahnya menggunakan istilah Tritunggal atau Trinitas walaupun istilah ini tidak ditemukan dalam Alkitab. Lebih gampang mengucapkan “Tritunggal” atau “Trinitas” daripada mengatakan “Allah yang Esa yang terdiri dari tiga Pribadi yang berada bersama dalam kekekalan.” Jikalau Anda keberatan dengan ini, coba pertimbangkan: kata kakek juga tidak ada dalam Alkitab walaupun kita tahu bahwa dalam Alkitab ada banyak kakek. Abraham adalah kakek dari Yakub. Jadi jangan kandas pada istilah “Tritunggal” itu sendiri. Apa yang penting adalah bahwa konsep yang DIWAKILI oleh kata “Tritunggal” ada dalam Alkitab. Setelah pendahuluan ini, kita akan melihat ayat-ayat Alkitab yang mendiskusikan Tritunggal.
1)
Allah itu Esa: Ulangan 6:4; 1 Korintus 8:4;
Galatia 3:20; 1 Timotius 2:5.
2)
Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi:
Kejadian 1:1; 1:26; 3:22; 11:7; Yesaya 6:8; 48:16; 61:1; Matius 3:16-17; Matius
28:19; 2 Korintus 13:14. Untuk ayat-ayat dari Perjanjian Lama, pemahaman Bahasa
Ibrani sangatlah menolong. Dalam Kejadian 1:1, kata “Elohim” adalah dalam
bentuk jamak. Dalam Kejadian 1:26; 3:22; 11:7 dan Yesaya 6:8, kata jamak “kita”
yang digunakan. Dalam Bahasa Inggris hanya ada dua bentuk kata, tunggal dan
jamak. Dalam Bahasa Ibrani ada tiga macam bentuk kata: tunggal, dual dan jamak.
Dual HANYA digunakan untuk dua. Dalam Bahasa Ibrani, bentuk dual digunakan
untuk hal-hal yang berpasangan, seperti mata, telinga dan tangan. Kata “Elohim”
dan kata ganti “kita” adalah dalam bentuk jamak- jelas lebih dari dua – dan
menunjuk pada tiga atau lebih dari tiga (Bapa, Anak, Roh Kudus).
Dalam Yesaya 48:16
dan 61:1 sang Anak berbicara dan merujuk pada Bapa dan Roh Kudus. Bandingkan
Yesaya 61:1 dengan Lukas 4:14-19 untuk melihat bahwa yang berbicara adalah
Anak. Matius 3:16-17 menggambarkan peristiwa pembaptisan Yesus. Dalam peristiwa
ini kelihatan bahwa Allah Roh Kudus turun ke atas Allah Anak sementara pada
saat bersamaan Allah Bapa menyatakan bagaimana Dia berkenan dengan sang Anak.
Matius 28:19 dan 2 Korintus 13:14 adalah contoh mengenai tiga Pribadi berbeda
dalam Tritunggal.
3)
Pribadi-Pribadi dalam Tritunggal dibedakan
dari satu dengan yang lainnya dalam berbagai ayat. Dalam Perjanjian Lama,
“TUHAN” berbeda dari “Tuhan” (Kejadian 19:24; Hosea 1:4). TUHAN memiliki “Anak”
(Mazmur 2:7; 12; Amsal 30:2-4). Roh Kudus dibedakan dari “TUHAN” (Bilangan
27:18) dan dari “Allah” (Mazmur 51:12-14). Allah Anak dibedakan dari Allah Bapa
(Mazmur 45:7-8; Ibrani 1:8-9). Dalam Perjanjian Baru, Yohanes 14:16-17, Yesus
berbicara kepada Bapa tentang mengutus Sang Penolong, yaitu Roh Kudus. Hal ini
menunjukkan bahwa Yesus tidak memandang diriNya sebagai Bapa atau Roh Kudus.
Perhatikan pula saat-saat lain dalam kitab-kitab Injil ketika Yesus berbicara
kepada Bapa. Apakah Dia berbicara kepada diri sendiri? Tidak. Dia berbicara kepada
Pribadi lainnya dalam Tritunggal, - Sang Bapa.
4)
Setiap Pribadi dalam Tritunggal adalah Allah.
Bapa adalah Allah: Yohanes 6:27; Roma 1:7; 1 Petrus 1:2. Anak adalah Allah:
Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5; Kolose 2:9; Ibrani 1:8; Yohanes 5:20. Roh Kudus
adalah Allah: Kisah Rasul 5:3-4; 1 Korintus 3:16 (Yang mendiami adalah Roh
Kudus – Roma 8:9; Yohanes 14:16-17; Kisah Rasul 2:1-4).
5)
Subordinasi dalam Tritunggal: Alkitab
memperlihatkan bahwa Roh Kudus tunduk (subordinasi) kepada Bapa dan Anak, dan
Anak tunduk (subordinasi) kepada Bapa. Ini adalah relasi internal dan tidak
mengurangi atau membatalkan keillahian dari setiap Pribadi dalam Tritunggal.
Ini mungkin adalah bagian dari Allah yang tidak terbatas yang tidak dapat
dimengerti oleh pikiran kita yang terbatas. Mengenai Anak, lihat Lukas 22:42;
Yohanes 5:36; Yohanes 20:21; 1 Yohanes 4:14. Mengenai Roh Kudus lihat Yohanes
14:16; 14:26; 15:26; 16:7, dan khususnya Yohanes 16:13-14.
6)
Pekerjaan dari setiap Pribadi dalam
Tritunggal: Bapa adalah Sumber utama atau Penyebab utama dari a) alam semesta
(1 Korintus 8:6; Yohanes 1:3; Kolose 1:16-17); b) pewahyuan illahi (Yohanes
1:1; Matius 11:27; Yohanes 16:12-15; Wahyu 1:1); c) keselamatan (Yohanes
3:16-17); dan d) pekerjaan Yesus sebagai manusia (Yohanes 5:17; 14:10). Bapa MEMULAI
semua ini.
Anak adalah agen yang
melaluiNya Bapa melakukan karya-karya sbb: 1) penciptaan dan memelihara alam
semesta (1 Korintus 8:6; Yohanes 1:3; Kolose 1:16-17); 2) pewahyuan illahi
(Yohanes 1:1; Matius 11:27; Yohanes 16:12-15; Wahyu 1:1); 3) keselamatan (2
Korintus 5:19; Matius 1:21; Yohanes 4:42). Bapa melakukan semua ini melalui
Anak yang berfungsi sebagai Agen Allah.
Roh Kudus adalah alat
yang dipakai Bapa untuk melakukan karya-karya berikut ini: 1) penciptaan dan
memelihara alam semesta (Kejadian 1:2; Ayub 26:13; Mazmur 104:30); 2) pewahyuan
illahi (Yohanes 16:12-15; Efesus 3:5; 2 Petrus 1:21); dan 3) keselamatan
(Yohanes 3:6; Titus 3:5; 1 Petrus 1:2); dan pekerjaan-pekerjaan Yesus (Yesaya
61:1; Kisah Rasul 10:38). Bapa melakukan semua ini dengan kuasa Roh Kudus.
Tidak ada
ilustrasi-ilustrasi yang sering dipakai yang dapat dengan akurat menjelaskan
Tritunggal. Telur (atau apel) tidak tepat karena kulit telur, putih telur dan
kuning telur, semua adalah bagian dari telur dan bukan secara sendirinya telur.
Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah bagian dari Allah namun setiap mereka adalah
Allah. Ilustrasi yang menggunakan air sedikit lebih bagus dalam menjelaskan
Tritunggal, namun tetap tidak cukup. Cairan, uap dan es adalah bentuk-bentuk
dari air. Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah bentuk-bentuk dari Allah, setiap
Pribadi itu adalah Allah. Dengan demikian, walaupun ilustrasi-ilustrasi ini
memberi gambaran mengenai Tritunggal, gambaran yang diberikan tidak selalu
akurat. Allah yang tidak terbatas tidak dapat digambarkan secara penuh dengan
ilustrasi yang terbatas. Daripada menfokuskan diri pada Tritunggal, cobalah
fokuskan diri pada kebesaran Allah dan bahwa Dia jauh lebih agung dari kita.
“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak
terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!
Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah
menjadi penasihat-Nya?” (Roma 11:33-34).
Allah Tritunggal dalam Alkitab
Kebanyakan
dari kita pasti sudah pernah mendengar istilah 'Allah Tritunggal', tetapi
apakah kita tahu apa artinya? Harus diakui bahwa doktrin Allah Tritunggal
(Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, ketiga-tiganya sederajat dan
abadi, Allah yang esa) memang susah untuk dipahami, tetapi bagaimanapun juga
doktrin ini adalah dasar dari iman Kristen.
Walaupun
para skeptisi mengejek doktrin ini sebagai hal yang tidak mungkin secara
matematis, tetapi doktrin ini adalah ajaran Alkitab dan pada dasarnya
realistis, baik dipandang dari segi trial-and-error maupun segi ilmiah.
Kesulitan
terbesar dari konsep kristiani tentang Allah Tritunggal adalah bahwa tidak ada
cara untuk menjelaskan doktrin ini secara memadai. Konsep Allah Tritunggal
adalah suatu konsep yang tidak mungkin bisa dipahami sepenuhnya oleh manusia,
apalagi dijelaskan. Kebesaran Tuhan jauh melampaui pikiran kita dan karena itu
kita tidak boleh berharap bahwa kita akan bisa mengerti Tuhan sepenuhnya.
Alkitab mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah, bahwa Yesus adalah Allah dan bahwa
Roh Kudus adalah Allah. Alkitab juga mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan.
Mungkin kita bisa memahami beberapa fakta tentang hubungan antara tiga Pribadi
dalam Allah Tritunggal, tetapi pada akhirnya pikiran manusia tidak mampu
menjangkau hal ini. Hal ini tidak berarti bahwa doktrin Allah Tritunggal tidak
benar atau bahwa doktrin ini tidak didasarkan pada Alkitab. Ayat-ayat berikut
menunjukkan bahwa:
- Hanya ada satu Tuhan: Ulangan 6:4, 1 Korintus 8:4, Galatia 3:20, 1 Timotius 2:5.
- Allah Tritunggal terdiri dari 3
Pribadi: Kejadian 1:1,
Kejadian 1:26,
Kejadian 3:22,
Kejadian 11:7;
Yesaya 6:8,
Yesaya 48:16,
Yesaya 61:1;
Matius 3:16-17,
Matius 28:19;
2 Korintus 13:14. Dalam mempelajari perikop-perikop perjanjian Lama,
kita perlu mengerti sedikit mengenai bahasa Ibrani. Kejadian 1:1
menggunakan kata benda jamak "Elohim". Kejadian 1:26,
Kejadian 3:22,
Kejadian 11:7
dan Yesaya 6:8 menggunakan
kata ganti jamak "kita". Bahwa "Elohim" dan
"kita" menunjuk pada lebih dari dua orang adalah hal yang tidak
bisa diragukan. Bahasa Indonesia hanya mengenal dua bentuk: tunggal dan
jamak. Tetapi bahasa Ibrani mengenal 3 bentuk: tunggal, bentuk jamak untuk
2 dan bentukjamak untuk lebih dari 2. Bentuk jamak untuk 2 benar-benar
HANYA digunakan untuk menunjuk kepada 2 hal. Dalam bahasa Ibrani bentuk
ini
dipakai contohnya untuk sepasang mata, sepasang telinga dan tangan. Kata "Elohim" dan kita adalah bentuk jamak untuk lebih dari 2, jadi yang dimaksud pastilah sedikitnya 3 atau lebih (Bapa, Anak, Roh Kudus). Di Yesaya 48:16 dan Yesaya 61:1, Anak berbicara dengan menyebut Bapa dan Roh Kudus. Bandingkan dengan Yesaya 61:1 dengan Lukas 4:14-19 untuk melihat bahwa Allah Anak-lah yang sedang berbicara. Matius 3:16-17 menceritakan pembabtisan Yesus. Di sini kita melihat bagaimana Allah Roh Kudus turun ke atas Allah Anak sementara Allah Bapa menyatakan sukacitaNya bagi sang Anak. Contoh-contoh lain dari 3 pribadi yang berbeda dalam Allah Tritunggal dapat dilihat di Matius 28:19 dan 2 Korintus 13:14. - Alkitab membedakan oknum-oknum
dari Allah Tritunggal. Di PL kata "TUHAN" berbeda dengan
"Tuhan" (Kejadian 19:24).
"TUHAN" memiliki "Anak" (Mazmur 2:7, 12;
Amsal 30:2-4).
Alkitab juga membedakan antara Roh dan "TUHAN" (Bilangan 27:18)
dan "Tuhan" (Mazmur 51:10-12). Allah Anak tidak sama dengan Allah Bapa (Mazmur 45:6-7,
Ibrani 1:8-9).
Di Yohanes 14:16-17 Yesus berbicara kepada Bapa untuk mengirim seorang
Penolong, yaitu Roh Kudus. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak melihat
diriNya sebagai Bapa atau Roh Kudus. Renungkan juga banyak kesempatan di
mana kitab-kitab Injil mencatat bahwa Yesus berbicara kepada Bapa. Apakah
Ia berbicara kepada diriNya sendiri? Tidak, Ia berbicara kepada oknum yang
lain dari
Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa. - Setiap oknum dari Allah Tritunggal adalah Allah:
• Bapa adalah Allah: Yohanes 6:27, Roma
1:7, 1 Petrus 1:2
• Anak adalah Allah: Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5, Kolose 2:9, Ibrani 1:8, 1 Yohanes 5:20.
• Roh Kudus adalah Allah: Kisah 5:3-4, 1 Korintus 3:16 (Roh Kudus berdiam di dalam manusia—Roma 8:9, Yohanes 14:16-17, Kisah 2:1-4).
• Anak adalah Allah: Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5, Kolose 2:9, Ibrani 1:8, 1 Yohanes 5:20.
• Roh Kudus adalah Allah: Kisah 5:3-4, 1 Korintus 3:16 (Roh Kudus berdiam di dalam manusia—Roma 8:9, Yohanes 14:16-17, Kisah 2:1-4).
- Tugas dari oknum-oknum Allah Tritunggal secara individu:
Setiap
oknum memiliki tugas dan tempat tersendiri. Yang satu tidak meniadakan yang
lain. Karena itu kita dibaptis, menerima salam (Votum dan salam dalam suatu
kebaktian) dan diberkati dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.
I. Kepercayaan mayoritas gereja Kristen Protestan
dan Katolik:
Allah itu esa dan senantiasa hadir dalam tiga pribadi yang berbeda
dan sederajat, yaitu Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus.
II. Dasar Alkitab:
Doktrin ini tidak tertera secara eksplisit didalam Alkitab, tetapi
merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan Alkitab tentang Allah.
Dengan kata lain doktrin ini tersirat
didalam kebenaran-kebenaran yang diajarkan Alkitab tentang Allah.
III. Unsur-unsur Doktrin Tritunggal:
1. Allah
itu Esa:
- "Shema": "Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! (Ul.6:4).
- 1 Kor.8:4,6; 1 Tim.2:5-6; Yak.2:19.
2. Tiga
pribadi yang berbeda adalah Allah:
2.A.
Keilahian Bapa:
· Mat.6:26,bdk.30,32;
· Yoh.1:18;6:46;
· Rom.1:7.
2.B.
Keilahian Yesus Kristus:
· Pengakuan Tomas: Yoh.20:28.
· Kesaksian Paulus: Fil.2:5-11.
· Ibrani 1:2,8.
· Pengakuan Yesus Kristus sendiri: Dia mengaku memiliki apa
yang sepatutnya hanya dimiliki oleh Allah:
· malaikat Allah adalah malaikat-Nya: Luk.12:8-9; 15:10;
Mat.13:41.
· kerajaan Allah dan orang-orang pilihan Allah adalah
milik-Nya: Mat.12:28;19:14,24;21:31,43;Mar.13:20.
· mengampuni dosa: Mar.2:8-10.
· wewenang untuk menghakimi dunia: Mat.25:31.
· berkuasa atas dunia: Mat.24:30;Mar.14:62.
2.C.
Keilahian Roh Kudus:
· Berdusta kepada Roh Kudus = berdusta kepada Allah (KPR
5:3,4; bdk. 1 Kor.6:19-20).
· Roh Kudus digambarkan sebagai memiliki sifat dan melakukan
pekerjaan Allah (Yoh.16:8-11;3:18).
· Roh Kudus dinyatakan sederajat dengan Allah(Mat.28:19; 2
Kor.13:14; 1 Pet.1:2).
3. Tiga pribadi itu sederajat dan satu kesatuan
sehingga hanya hanya ada satu Allah saja:
- Kata "esa" dalam Ul.6:4 sama dengan kata satu dari dua menjadi satu daging di dalam Kej.2:24. Kata satu disini mengandung arti satu kesatuan (compound unity).
- Ketiga pribadi tersebut dihubungkan sebagai satu kesatuan dan kesetaraan (Mat.28:19-20; 2 Kor.13:14).
- Struktur dan isi surat-surat rasul Paulus mengikuti pola Tritunggal. Contoh:
- Efesus 1:3-6 : Allah Bapa;
- Efesus 1:7-12 : Yesus Kristus;
- Efesus 1:13-14 : Roh Kudus.
- Bukti yang paling nyata adalah pernyataan yang berani didalam Yoh. 1:33-34; 14:16,26; 16:13-15; 20:21-22.
IV. Ajaran Yang Keliru:
1. Sabellianisme: Allah itu esa dan terdiri dari satu pribadi dengan tiga nama Penganut masa kini: Jesus Only, Pentecostal Oneness, Kabar Mempelai?
2. Arianisme:
- menekankan keesaan Allah dan bahwa tidak ada yang seperti Dia.
- hanya Bapa saja adalah Allah.
- Yesus adalah makhluk sempurna. Walaupun Dia diciptakan, Dia berbeda dari makhluk yang lain.
- Yesus boleh disebut sebagai Allah, tetapi keilahianNya adalah sesuatu yang diberikan Allah kepadaNya. Sebagai Allah Yesus setingkat dibawah Allah Bapa.
- Penganut masa kini: Saksi Yehovah.
KESULITAN
DALAM MEMPELAJARI DOKTRIN TRITUNGGAL
Setiap
orang yang pernah belajar doktrin Tritunggal pasti setuju bahwa doktrin
tersebut adalah doktrin yang sangat sulit dipahami atau dimengerti. Boettner
mengatakan bahwa ketika kita memandang Allah Tritunggal, kita merasa seperti
orang yang memandang langsung matahari pada tengah hari (Loraine Boettner; Studies in Theology; 1960; hal.
124). Sedangkan A.W. Tozer mengatakan bahwa: “Untuk merenungkan ketiga
pribadi Allah itu berarti di dalam pikiran kita melangkah ke arah timur melalui
taman Eden dan memijakkan kaki kita di tempat yang suci. Usaha kita yang paling
tulus untuk mencoba memahami rahasia Tritunggal yang tak dapat dimengerti itu
akan tetap tinggal sia-sia, dan hanya rasa takut dan hormat saja yang dapat
mencegah kita membuat sesuatu yang semata-mata merupakan sangkalan saja (Mengenal Yang Maha Kudus; 1995;
hal. 29). Itulah sebabnya dalam pembahasannya tentang Tritunggal, ia
mengawalinya dengan sebuah doa yang berbunyi demikian : “Ya, Allah nenek
moyang kami, yang bertakhta di dalam terang, betapa merdunya bahasa kami!
Namun, apabila kami mencoba menceritakan keajaiban-Mu, bahasa kami terasa
miskin dan sumbang. Apabila kami merenungkan misteri Allah Tritunggal, kami
hanya terpesona. Di hadapan takhta-Mu, kami tidak meminta supaya kami mengerti,
kami hanya ingin supaya kami selayaknya mengasihi dan menyembah Engkau, Allah
yang Tritunggal, yang mempunyai tiga pribadi. Amin.” Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, maka betapa pentingnya melihat hal-hal yang menjadi
kesulitan dalam mempelajari doktrin Tritunggal.
Kesulitan Teologis
Teologia
Kristen mempunyai pandangan yang unik tentang Allah (God is the Whole Other).
Di dalam Alkitab, Allah dinyatakan dengan begitu jelas yang meliputi diri atau
esensi Allah, keberadaan Allah, sifat-sifat atau karakter Allah, atribusi
Allah, dan karya-karya-Nya. Secara khusus tentang diri atau esensi Allah yang
dikaitkan dengan sifat-sifat-Nya maka akan ditemukan dua konsep di dalamnya
yaitu (1) Allah itu esa (2) Ada tiga pribadi Allah yang memiliki kualitas yang
sama dalam segala hal. Dua kenyataan ini mengharuskan para teolog untuk
menyusun dasar-dasar teologia yang seimbang dan tidak menekankan atau
mengutamakan salah satu aspek saja (lihat bagian pertama tulisan ini). Tetapi
bagaimanakah hal itu dapat dilakukan? Inilah kesulitan teologis dalam
mempelajari dan merumuskan doktrin Tritunggal dengan benar (Penjelasan lengkap
tentang masalah ini dapat dilihat dalam bagian “Dasar alkitabiah doktrin
Tritunggal”).
Kesulitan Filosofis
Bukan
hanya kesulitan teologis yang dihadapi dalam mempelajari doktrin Tritunggal,
tetapi juga kesulitan filosofis. Thiessen mengatakan bahwa : “Ajaran tentang
Tritunggal Allah adalah suatu rahasia yang besar sekali. Seakan-akan ajaran in
merupakan teka-teki intelektual yang sulit dipecahkan atau bahkan merupakan
suatu kontradiksi.” (Teologi
Sistematika; 1992; hal. 139). Rasio tak mampu memecahkan misteri
ini. ”Bagaimana mungkin sesuatu itu tiga sekaligus satu atau satu sekaligus
tiga?” Pemikir-pemikir Islam sering terjebak dalam kesulitan in akhirnya
menuduh agama Kristen sebagai agama yang mempunyai konsep Allah (monoteisme)
yang tak masuk akan (kontra rasional). Mereka sering memakai analogi matematika
untuk maksud itu, yaitu 1+1+1 = 1 (Andar Tobing; Apologetika Tentang Trinitas; 1972; hal. 9-10). Memang inilah
kesulitan filosofis dalam mempelajari doktrin Tritunggal.
Kesulitan Empiris.
Kesulitan
empiris yang dimaksud di sini adalah sebuah kesulitan yang dihubungkan dengan
kenyataan bahwa Allah itu “Ada” meski tidak kelihatan dan tidak ada yang
sama dengan keberadaan-Nya. Allah itu adalah ia yang tidak pernah identik
dengan apa yang disebut sebagai Allah, yang dialami sebagai Allah, yang
dirindukan dan disembah… (Barth dalam buku Horst G. Poehlmann: Allah itu Allah (Potret 6 Teolog Besar Kristen Protestan Abad
Ini); 1998; hal. 15). Floyd C. Woodworth, Jr dan David D. Duncan
mengatakan bahwa : “Dalam pengalaman kita, tidak ada sesuatu yang sebanding
dengan ketritunggalan dalam keesaan dan keesaan dalam ketritunggalan. Kita
tahun bahwa tidak ada tiga orang yang secara struktur adalah satu. Tidak ada
tiga orang yang masing-masing mempunyai pengetahuan yang lengkap tentang apa
yang dibuat atau dipikirkan oleh yang lainnya. Setiap orang memagari dirinya
sendiri dengan kebebasan pribadi. Tidak ada manusia yang memiliki kepribadian
jamak seperti yang dinyatakan tentang Allah (Dasar-Dasar Kebenaran; 1989; hal. 27). Kenyataan ini
mengakibatkan kesulitan tersendiri dalam memahami Allah, sebab tidak ada
sesuatu apapun yang dapat dipakai sebagai analogi untuk mendekati-Nya.
Kesulitan inilah yang menjadi dasar kelemahan semua analogi tentang doktrin
Tritunggal.
Itulah
kesulitan-kesulitan dalam mempelajari dan memahami doktrin ini. Setelah melihat
kesulitan-kesulitan di atas, maka sekarang penting juga untuk melihat
alasan-alasan yang menyebabkan doktrin Tritunggal ini sulit dipahami, atau
dengan kata lain, “Mengapa doktrin ini sulit dimengerti?” Sekurang-kurangnya
ada tiga alasan untuk menjawab pertanyaan itu, yaitu :
Alasan Teologis
Di
dalam alasan teologis ini, terdapat tiga fakta yang menyebabkan kebenaran
Tritunggal sulit dimengerti atau dipahami (Stephen Tong; Allah Tritunggal; 1990; hal.
13-18). Ketiga fakta ini antara lain : (1) Kebenaran Tritunggal ini adalah kebenaran yang bersifat dan
berdasarkan wahyu Allah. Yang dimaksud dengan kebenaran yang
bersifat dan berdasarkan wahyu Allah di sini adalah bahwa kebenaran Tritunggal
bukanlah hasil spekulasi manusia, tetapi merupakan anugerah dari Allah yang
tidak bisa kita mengerti, juga tidak bisa kita bantah (tolak), hanya bisa kita
terima. Dalam kerangka berpikir tentang wahyu (pernyataan dari Allah) ini, kita
mengenal adanya wahyu bertingkat (Progressive Revelation) yaitu wahyu yang
mengalami kemajuan dari yang sangat tidak jelas, menjadi tidak jelas, kemudian
menjadi kurang jelas, dan akhirnya menjadi jelas bahkan sangat jelas. Wahyu
progresif ini dibagi dalam dua jenis wahyu, yaitu wahyu Allah secara umum
(General Revelation of God), dan wahyu Allah secara khusus (Special Revelation
of God). Wahyu Allah secara umum dinyatakan melalui peristiwa penciptaan dunia
ini, dan wahyu Allah secara khusus dinyatakan melalui pribadi kedua dari Allah
Tritunggal (Yesus Kristus) pada saat inkarnasi-Nya. Dalam konteks ini,
kebenaran Tritunggal adalah kebenaran yang bersifat atau berdasarkan wahyu
Allah secara khusus (Special Revelation of God). Dengan demikian jika kebenaran
yang bersifat wahyu ini tidak diterima dengan iman, maka ini pasti akan
menimbulkan kesulitan di dalam memahami-Nya. Ds. S.C. Hofland menulis: “Jangan
sekali-kali kita berspekulasi mengenai Allah. Jangan sekali-kali mengemukakan
pertanyaan yang nadanya untuk mencari tahu, bagaimana gerangan keberadaan Allah
itu sebenarnya, di balik pernyataan-Nya kepada manusia. Manusia hanya dapat
berbicara mengenai Allah dalam keterkaitannya dengan Allah sendiri, yaitu dalam
suatu hubungan yang bersifat sangat ‘relasional’. (Allah Beserta Kita; 1991;
hal. 23). (2) Kebenaran Tritunggal
adalah kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta. Berbicara tentang
Tritunggal adalah berbicara tentang Allah sebagai Sang Pencipta. Manusia
berusaha untuk memahami Allah Tritunggal. Siapakah manusia yang mau
memahami-Nya? Manusia adalah makhluk (ciptaan), dan Tritunggal adalah Allah
(pencipta). Jadi yang ingin mengetahui adalah ciptaan, dan yang ingin diketahui
adalah pencipta. Pertanyaannya adalah, “Mungkinkah ciptaan memahami pencipta
dengan sempurna?” Niftrik dan Boland mengatakan bahwa : “Apabila kita
mau berbicara tentang soal “ketritunggalan” maka haruslah terlebih dahulu kita
insafi, bahwa kita berbicara tentang Allah. Allah itu Allah yang hidup, bukan
sesuatu pengertian atau persoalan yang dapat diselidiki dengan akal budi kita
sampai menjadi “terang”. Bila kita mau memecahkan suatu persoalan, maka paham
kita harus melebihi persoalan itu, sehingga dapat kita tangkap dan kuasai.
Tetapi sebaliknya yang terjadi, bila kita bertemu dengan Allah yang hidup,
yakni kita “ditangkap” dan “dikuasai” oleh Dia. (Dogmatika Masa Kini; 1984; hal. 547-548). Selain itu pula, tak
dapat dipungkiri bahwa ada perbedaan kualitatif atau perbedaan sifat dasar di
antara pencipta dan yang dicipta (Stephen Tong: Allah Tritunggal; 1990:15).
Perbedaan ini menghadirkan “gap” atau jurang pemisah antara Allah dan manusia.
Dengan demikian ketika seseorang hendak mempelajari doktrin Tritunggal, berarti
ia sedang berbicara tentang Ia (Allah) yang luput dari segala usaha manusia
untuk memahami-Nya. Pencipta adalah kekal, dan yang dicipta adalah fana. Tak
mungkin yang fana memahami yang kekal dengan sempurna. Pencipta adalah “Yang
tak terbatas” dan yang dicipta (ciptaan) adalah “yang terbatas” maka secara
natural tak mungkin “yang terbatas” dapat memahami “Yang tak terbatas” sampai
tuntas. Yang mungkin adalah bahwa “yang terbatas” dapat memahami “Yang tak
terbatas” dalam batas-batas tertentu sesuai dengan keterbatasannya. Semuanya
ini akan mengakibatkan kesulitan dalam memahami Allah, dalam hal ini adalah
kebenaran Tritunggal. (3) Kebenaran Tritunggal adalah kebenaran mengenai Allah
yang satu-satunya, Allah Yang Maha Esa (The Only One God). Kenyataan bahwa
Allah adalah Ia yang satu-satunya, dan tak ada yang lain seperti Dia, membuat
tak mungkin menemukan sesuatu yang dapat menggambarkan tentang diri-Nya secara
sempurna. Stephen Tong mengatakan : “Biasanya kita mengerti sesuatu karena
sesuatu itu mempunyai persamaan dengan sesuatu yang lain, sehingga melalui
persamaan itu kita menemukan analoginya. Karena ada persamaan, kita mempunyai
jembatan analogis untuk pengertian kita, sehingga dari sesuatu yang sudah
dimengerti kita loncat ke sesuatu yang belum kita mengerti, akhirnya kita
mengerti semuanya. Tetapi di dalam kita mengerti Allah, tidak ada
pembanding-Nya, tidak ada persamaan-Nya, sehingga tidak bisa dimengerti dengan
rasio sepenuhnya (Stephen Tong : 16). Jikalau terpaksa ada sesuatu yang dipakai
untuk menggambarkan diri-Nya, maka biasanya digunakan kata “seperti”
untuk hal itu (A.W. Tozer : 15). Yang ”seperti” tentu bukanlah yang “disepertikan”.
Jadi apa pun analogi yang digunakan untuk menjelaskan diri Allah, tentunya tak
dapat menjelaskan realitas yang sebenarnya. Apabila mencoba membayangkan Allah
itu seperti apa, maka harus menggunakan sesuatu yang bukan Allah sebagai bahan
untuk diolah oleh pikiran; bagaimanapun membayangkan Allah, sebenarnya Allah
itu tidak demikian. Hal inilah yang menyebabkan doktrin Tritunggal menjadi
doktrin yang sulit dipahami.
Alasan Filosofis
Ketika
ilmu pengetahuan mulai berkembang dan mencapai puncaknya pada abad-abad ini,
timbullah kecenderungan untuk menganggapnya sebagai segala-galanya.
Kebenaran-kebenaran religius yang dianggap tidak masuk akal, dilihat sebagai
suatu kebohongan belaka yang harus dibuang dan ditinggalkan. Filsuf Inggris,
John Locke membagi pengetahuan menjadi 3 macam yaitu : (1) Yang masuk akal (rasional) yang
menyangkut hal-hal yang kebenarannya dapat ditemukan melalui menguji, dan
menelusuri pikiran-pikiran yang dimiliki dari sensasi dan refleksi itu; dan
melalui deduksi secara alamiah mengetahui benar atau mungkin.(2) Yang tak masuk akal (kontra rasional),
yaitu hal-hal yang tidak sesuai, atau tidak dapat dipadankan dengan pikiran
maupun ide-ide yang jelas dan nyata. (3) Yang berada di atas kemampuan akal atau melampaui akal (supra
rasional), yaitu hal-hal yang kebenaran atau kemungkinannya tidak
dapat diperoleh dari prinsip-prinsip sebagaimana yang terdapat dalam
pengetahuan yang rasional. (Colin Brown: Filsafat dan Iman Kristen I; 1994; hal. 84; lihat juga Stephen Tong :
Siapakah Kristus (Sifat & Karya Kristus); 1992; hal. 3). Contoh untuk ketiga
pembagian ini adalah seperti keberadaan Allah yang esa adalah sesuai dengan
(masuk) akal; keberadaan lebih dari satu Allah bertentangan dengan akal;
kebangkitan orang mati melampaui kemampuan akal. Jika demikian, maka pertanyaan
yang harus dipikirkan adalah, “Apakah doktrin Tritunggal itu tidak masuk
akal (kontra rasional) atau berada d atas kemampuan akal (supra rasional)?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, haruslah dimulai dari fakta bahwa manusia adalah
makhluk yang diciptakan oleh Allah. Atau dengan kata lain, manusia adalah “ada”
karena diadakan oleh “Sang Mahaada” yang tidak pernah menjadi ada
(Allah) dan ii menyangkut keseluruhan aspek dalam diri manusia termasuk
rasionya. Jadi, rasio manusia itu adalah hasil ciptaan Allah dengan rasio-Nya.
Atau dengan kata lain Allah dengan rasio-Nya yang sempurna itu menciptakan
rasio manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rasio manusia (yang ada
pada manusia) itu adalah rupa atau gambar (replika) dalam kualitas yang lebih
rendah dari Rasio Sempurna yang ada pada Allah itu sendiri. Jika rasio manusia
mempunyai kualitas yang lebih rendah dari “Rasio Sempurna”, maka tentunya Rasio
Sempurna (Allah) harus diklasifikasikan ke dalam wilayah supra rasional. Tentu
tak dapat dipungkiri bahwa di antara apa yang rasional dan apa yang supra
rasional terdapat gap, ruang kosong, daerah vakum, atau daerah es seperti
konsep Barth. Gap, ruang kosong atau daerah vakum inilah yang mengakibatkan
kesulitan-kesulitan rasional-filosofis di dalam memahami doktrin Tritunggal.
Paul Tillich mengatakan bahwa : “Iman akan Allah tak masuk akal, paradoks,
namun bukan absurd. Dengan kata lain: hanya akal yang mengalami dapat mencapai
Allah dan bukan akal yang menelaah.” (Tillich dalam buku Poehlmann: Allah itu Allah; 1998; hal. 64).
Alasan Empiris
Kesulitan
empiris di dalam mempelajari doktrin Tritunggal adalah tidak adanya sesuatu
(apa pun maupun siapapun) di dalam alam ini yang dapat dipakai sebagai gambaran
yang sempurna terhadap konsep yang sempurna dari Allah Tritunggal. Hal ini
disebabkan karena segala sesuatu yang ada di dunia (apapun atau siapapun) ini
bersifat alamiah (natural), sedangkan Allah Tritunggal bersifat supra alamiah
(supra natural). Tentu hal ini masuk akal bahwa yang natural tak dapat
menggambarkan Yang supra natural dengan sempurna seperti apa yang dikatakan
Boettner : “Tidak perlu heran bahwa di dalam keallahan kita menemukan bentuk
kepribadian yang unik dan berbeda dengan yang ditemukan di dalam manusia. Di
dalam tingkat yang berkembang di dalam dunia, kita berpindah dari yang
sederhana ke yang kompleks. Tanaman hidup tetapi tidak memiliki kesadaran.
Binatang memiliki perasaan. Manusia jauh lebih tinggi dari binatang dengan
memiliki akal budi, kesadaran moral dan jiwa kekal. Tingkatan yang tinggi
di dalam manusia tidak dimengerti sama sekali oleh binatang, burung, dll. Maka
tidak perlu heran apabila kita tidak bisa mengerti Allah Tritunggal.
(Boettner 1960: 108). Dengan demikian, maka tak dapat dielakkan lagi
kesulitan-kesulitan empiris di dalam usaha memahami dengan sempurna kenyataan
Allah Tritunggal.